Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Etika dan Profesi Keguruan”
Disusun Oleh:
Kelompok 5/Kelas PAI. H
Elok
Kuneta Faradila (210315281)
Hawing Cahya P.M. (210315271)
Sulton Toriq Firdaus (210315279)
Dosen Pengampu:
Nur Rahmi Sonia, M.Pd.
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
(IAIN)
PONOROGO
APRIL 2018
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan wadah yang berfungsi
untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia ynag beriman dan
bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Guru
merupakan sosok yang dibutuhkan dalam mewujudkan tujuan tersebut. Sebagai
tenaga profesional yang bertugas dalam mengajar, mendidik, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi para peserta didik sehingga
sosok guru dibutuhkan dalam dunia pendidikan.
Guru merupakan salah satu profesi yang dibutuhkan oleh dunia
pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebuah profesi menuntut orang
untuk memiliki profesi tersebut. Begitu juga guru, profesi tersebut dituntut
memiliki kriteria dan syarat-syarat menjadi seorang guru. Selain syarat,
profesi guru juga dituntut untuk memiliki peran sertanya dalam dunia
pendidikan. Untuk melaksanakan peran guru tersebut, guru harus memerhatikan
bagaimana dia mengimplementasika perannya dalam proses pembelajaran. Oleh
karena itu, dalam makalah ini kami penulis akan membahas mengenai syarat
sesorang disebut sebagai guru dan apa saja peran guru dalam dunia pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan guru?
2. Apa saja persyaratan yang harus dimiliki untuk menjadi guru?
3. Apa saja peran guru dalam proses pembelajaran?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Guru
Secara etimologis, guru berasal dari bahasa
India yang artinya orang yang mengajarkan tentang kelepasan dari sengsara.
Dalam bahsa Arab, guru dikenal dengan kata al-mu’alim atau al-ustadz yang
bertugas untuk memberikan ilmu dalam majelis ta’lim (tempat memperoleh ilmu). Dalam
hal ini, al-mu’alim atau al-ustadz mempunyai pengertian orang
yang mempunyai tugas untuk membangun aspek spiritualitas manusia. Dengan
demikian, guru dapat diartikan sebagai orang yang tugasnya terkait dengan upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual dan
emosional, intelektual, fisikal, maupun aspek lainnya.
Dalam pengertian umum, orang tidak mengalami
kesulitan untuk menjelaskan siapa guru dan bagaimana sosok guru. Dalam
pengertian ini, makna guru selalu dikaitkan dengan profesi yang terkait dengan
pendidikan anak di sekolah, di lembaga pendidikan, dan mereka yang harus
menguasai bahan ajar yang terdapat di dalam kurikulum. Secara umum, baik
sebagai pekerjaan ataupun sebagai profesinya, guru selalu disebut sebagai salah
satu komponen utama pendidikan yang amat penting.
Dari aspek lain, beberapa pakar pendidikan
telah mencoba merumuskan pengertian guru dengan definisi tertentu. Menurut
Poerwadaminta, guru adalah orang yang kerjanya mengajar. dengan definisi ini,
guru disamakan dengan pengajar. Sedangkan menurut Zakiyah Daradjat, guru adalah
pendidik profesional karena guru telah menerima dan memikul beban dari orang
tua untuk ikut mendidik anak-anak.[1]
Guru merupakan komponen paling menentukan
dalam sistem pendidikan secara keseluruhan, yang harus mendapatkan perhatian
sentral, pertama, dan utama. Figur yang satu ini akan senantiasa menjadi
sorotan strategis ketika berbicara masalah pendidikan, karena guru selalu
terkait dengan komponen manapun dalam sistem pendidikan. Guru memegang peran
utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang diselenggarakan secara
formal di sekolah. Guru juga sangat menentukan keberhasilan peserta didik,
terutama dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar. guru merupakan
komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil
pendidikan yang berkualitas.[2]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa guru
adalah orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina
anak didik, baik secara individual maupun klasikan, di sekolah maupun di luar
sekolah.
B. Persyaratan yang harus dimiliki untuk menjadi Guru
Pada hakikatnya, persyaratan yang harus
dimiliki seseorang untuk menjadi guru adalah untuk mendapatkan guru yang baik
dan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan fungsi dan tujuan
sekolah khususnya, serta tujuan pendidikan pada umumnya, sesuai kebutuhan
masyarakat dan tuntutan zaman.
Dengan kemuliannya, guru rela mengabdikan diri
di desa terpencil sekalipun. Dengan segala kekurangan yang ada, guru berusaha
membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia yang berguna bagi nusa
dan bangsanya di kemudian hari. Gaji yang kecil, jauh dari memadai, tidak
membuat guru berkecil hati dengan sikap frustasi meninggalkan tugas dan tanggung
jawab sebagai guru. Karenanya sangat wajar jika guru dijuluki sebagai “pahlawan
tanpa tanda jasa”.
Menjadi guru berdasarkan tuntutan hati nurani
tidaklah semua orang dapat melakukannya, karena orang harus merelakan sebagian
besar dari seluruh hidup dan kehidupannya mengabdi kepada negara dan bangsa
guna mendidik anak didik menjadi manusia susila yang cakap, demokratis, dan
bertanggung jawab atas pembangunan dirinya dan pembangunan bangsa dan negara.[3]
Sebagaimana disebutkan dalam PP R.I, nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, BAB VI, pasal 28 ayat 3, bahwa seseorang yang akan
menjadi guru haruslah mempunyai 4 kompetensi, yaitu:
1.
Kompetensi
kepribadian
Guru sering
dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Oleh karena itu,
pribadi guru sering dianggap sebagai model atau panutan (yang harus di-gugu dan
di-tiru). Sebagai seorang model guru harus memiliki kompetensi yang berhubungan
dengan pengembangan kepribadian.
2.
Kompetensi
professional
Kompetensi
profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan
penyelesaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang
sangat penting, karena langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan.
Oleh sebab itu, tingkat keprofesionalan seorang guru dapat dilihat dari
kompetensi ini.[4]
3.
Kompetensi
sosial
Kompetensi
social adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi
dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga
kependidikan, orangtua peserta didik, dan masyarakat sekitar.
4.
Kompetensi
pedagogik
Kompetensi
pedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan, dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi belajar, dan pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.[5]
Menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat, menjadi
guru harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
1. Takwa Kepada Allah SWT.
Guru, sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan Islam, tidak
mungkin mendidik anak didik agar bertaqwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak
bertaqwa kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi anak didiknya sebagaimana
Rasulullah SAW menjadi teladan bagi umatnya. Sejauhmana seorang guru mampu
memberi teladan yang baik kepada semua anak didiknya, sejauh itu pulalah ia
diperkirakan akan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa
yang baik dan mulia.
2. Berilmu.
Ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi merupakan
suatu bukti, bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan
tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan.
Guru pun harus mempunyai ijazah agar ia diperbolehkan
mengajar. kecuali dalam keadaan darurat, misalnya jumlah anak didik sangat
meningkat, sedangkan jumlah guru jauh dari kata mencukupi, maka terpaksa
menyimpang untuk sementara, yakni menerima guru yang belum berijazah. Tetapi
dalam keadaan normal ada patokan bahwa semakin tinggi pendidikan guru maka
semakin baik pendidikan dan semakin tinggi pula derajat masyarakat.[6]
3. Sehat Jasamani.
Kesehatan jasmani seringkali dijadikan sebagai salat satu
syarat bagi mereka yang melamar untuk menjadi guru. Guru yang mengidap penyakit
menular, umpamanya, sangat membahayakan kesehatan anak didiknya. Di samping itu, guru yang sakit tidak akan bergairah dalam mengajar. kita kenal
ucapan “mensana in corpore sano”, yang artinya adalah dalam tubuh yang
sehat terdapat jiwa yang sehat pula. Kesehatan badan sangatlah mempengaruhi
semangat bekerja. Guru yang tidak sehat, seringkali absen dan tentunya akan
merugikan anak didik.
4. Berperilaku Baik
Budi pekerti yang dimiliki guru sanagtlah penting dalam
pendidikan watak anak didik. Guru harus menjadi teladan, karena anak-anak
bersifat suka meniru. Di antara tujuan pendidikan yaitu membentuk akhlak yang
mulia pada diri pribadi anak didik dan ini hanya mungkin bisa dilakukan jika
pribadi guru berakhlak mulia pula. Guru yang tidak berakhlak mulia tidak
mungkin dipercaya untuk mendidik. Yang dimaksud dengan akhlak mulia dalam Ilmu
Pendidikan Islam adalah akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti
dicontohkan oleh pendidik utama, Nabi Muhammad SAW. Di antara akhlak mulia guru
tersebut adalah mencintai jabatannya sebagai guru, bersikap adil terhadap semua
anak didiknya, berlaku sabar dan tenang, berwibawa, gembira, bersifat
manusiawi, bekerjasama dengan guru-guru lain, dan bekerjasama dengan
masyarakat.[7]
C. Peran Guru dalam Proses Pembelajaran
Status guru mempunyai implikasi terhadap peran
dan fungsi yang menjadi tanggung jawabnya. Guru memiliki satu kesatuan peran
dan fungsi yang tidak terpisahkan. Diantara peran guru adalah sebagai berikut:
1. Guru sebagai pendidik
Sebagai pendidik, guru lebih banyak menjadi
sosok panutan, yang memiliki nilai moral dan agama yang patut ditiru dan
diteladani oleh siswa. Contoh dan keteladanan itu lebih merupakan aspek-aspek
sikap dan perilaku, budi pekerti luhur, akhlak mulia, seperti jujur, tekun, mau
belajar, amanah, sosial, dan sopan santun terhadap sesama. Sikap dan perilaku
guru yang sehari-hari dapat diteladani oleh anak didik, baik di dalam maupun di
luar kelas merupakan alat pendidikan yang diharapkan akan membentuk kepribadian
siswa kelak di masa dewasa. Dalam konteks inilah maka sikap dan perilaku guru
menjadi semacam bahan ajar secara tidak langsung yang dikenal dengan hidden
curriculum. Sikap dan perilaku guru menjadi bahan ajar yang secara langsung
dan tidak langsung akan ditiru dan diikuti oleh para siswa. Dalam hal ini guru
dipandang sebagai role model yang
akan digugu dan ditiru oleh para siswanya.[8]
Peran guru sebagai pendidik merupakan peran-peran yang berkaitan
dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan, tugas-tugas pengawasan dan
pembinaan serta tugastugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak
itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga
dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut. Oleh karena itu tugas
guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung
jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar
tingkah laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada.[9]
2. Guru sebagai pengajar
Sebagai pengajar, guru diharapkan memiliki
pengetahuan yang luas tentang disiplin ilmu yang harus diampu untuk ditransfer
kepada siswa. Guru harus menguasai materi yang akan diajarkan, menguasai
penggunaan strategi dan metode mengajar yang akan digunakan untuk menyampaikan
bahan ajar, dan menentukan alat evaluasi pendidikan yang akan digunakan untuk
menilai hasil belajar siswa, aspek-aspek manajemen kelas, dan dasar-dasar
kependidikan.[10]
Guru adalah seseorang yang pekerjaannya mengajar. Maka, dalam hal
ini guru yang dimaksudkan adalah guru yang memberi pelajaran atau memberi
materi pelajaran pada sekolah-sekolah formal dan memberikan pelajaran atau
mengajar materi pelajaran yang diwajibkan kepada semua siswanya berdasarkan
kurikulum yang ditetapkan. Mengajar artinya proses penyampaian informasi atau
pengetahuan dari guru kepada siswa.8 Pendapat lain mengatakan bahwa mengajar
atau pengajar artinya membantu pengembangan intelektual, afeksi dan psikomotor
melalui penyampaian pengetahuan, pemecahan masalah latihan-latihan afektif dan
keterampilan.
Guru harus bertanggung jawab atas hasil kegiatan belajar anak
melalui interaksi belajar mengajar. Guru merupakan faktor yang mempengaruhi
berhasil atau tidaknya proses belajar, dan karenanya guru harus menguasai
prinsip-prinsip belajar di samping menguasai materi yang akan diajarkan. Dengan
kata lain guru harus mampu menciptakan suatu kondisi belajar yang
sebaik-baiknya. Kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai
faktor, diantaranya: motivasi, kematangan (hubungan peserta didik dengan guru,
tingkat kebebasan, rasa aman, keterampilan guru dalam berkomunikasi). Jika
faktor-faktor tersebut dipenuhi, maka melalui pembelajaran, peserta didik dapat
belajar dengan baik. Guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi
peserta didik dan terampil dalam memecahkan masalah.[11]
3. Guru sebagai pembimbing
Peranan guru yang tidak kalah pentingnya
adalah sebagai pembimbing. Kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak
didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap. Tanpa bimbingan, anak didik
akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya.
Kekurangmampuan anak didik menyebabkan
lebih banyak tergantung pada bantuan guru. Tetapi semakin dewasa,
ketergantungan anak didik semakin berkurang. Jadi, bagaimana juga bimbingan
dari guru sangat diperlukan pada saat anak didik belum mampu berdiri sendiri
(mandiri).[12]
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang
berdasarkan pengetahuan dan
pengalamannya bcrtanggung jawab
atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya
menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral,
dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks. Sebagai pembimbing, guru harus
merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan
yang harus ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan, serta menilai
kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Semua itu
dilakukan berdasarkan kerjasama yang baik dengan peserta didik, tetapi guru
memberikan pengaruh utama dalam setiap aspek perjalanan. Sebagai pembimbing,
guru memiliki berbagai hak dan tanggung jawab dalam setiap perjalanan yang
direncanakan dan dilaksanakannya.[13]
4. Guru sebagai tenaga profesional
Seseorang dapat disebut professional jika menjalankan pekerjaannya
sesuai dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki kemampuan dan
sikap sesuai dengan tuntutan profesinya. Seorang yang professional menjalankan
pekerjannya dengan profesionalisme yang tinggi.[14]
Sebagai tenaga professional, yaitu pekerjaan yang hanya dapat
dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan
yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.
Sebagai tenaga profesional, guru bukan saja dituntut melaksanakan
tugasnya secara professional, tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan
kemampuan professional.
Adapun ciri-ciri profesionalisme guru dalam garis besarnya ada
tiga, yaitu:
a. Guru professional harus menguasai bidang ilmu pengetahuan yang diajarkannya
dengan baik.
b. Guru professional harus memiliki kemampuan menyampaikan atau
mengajarkan ilmu yang dimilikinya secara efektif dan efisien.
Kedudukan guru
sebagai tenaga professional dimaksud berfungsi untuk meningkatkan martabat dan
peran guru sebagai agen pembelajaran. Kedudukan guru sebagai tenaga
professional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi
warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pengakuan kedudukan guru
sebagai tenaga professional itu dibuktikan dengan sertifikat pendidik.[16]
5. Guru sebagai pembaharu
Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu
ke dalam kehidupan yang bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini, terdapat
jurang yang dalam dan luas antara generasi yang satu dengan yang lain, demikian
halnya pengalaman orang tua memiliki arti lebih banyak dari pada nenek kita.
Seorang peserta didik yang belajar sekarang secara psikologis berada jauh dari
pengalaman manusia yang harus dipahami, dicerna dan diwujudkan dalam pendidikan. Guru harus menjembatani jurang ini bagi peserta didik, jika
tidak, jika tidak, maka hal ini dapat mengambil bagian dalam proses belajar
yang berakibat tidak menggunakan potensi yang dimilikinya.
Tugas guru adalah memahami bagaimana keadaan jurang pemisah ini,
dan bagaimana menjembataninya secara efektif. Oleh karena itu, sebagai jembatan
antara generasi tua dan generasi muda, yang juga sebagai penerjemah pengalaman,
guru harus menjadi pribadi yang terdidik.[17]
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan
di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Guru adalah orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan
membina anak didik, baik secara individual maupun klasikan, di sekolah maupun
di luar sekolah.
2.
Di
antara persyaratan yang harus dipenuhi saat akan menjadi guru adalah:
a.
Memiliki
4 kompetensi, yaitu:
1)
kompetensi
pedagogik
2)
Kompetensi
profesinal
3)
Kompetensi
kepribadian
4)
Kompetensi
sosial.
b.
Guru
harus bertaqwa kepada Allah SWT
c.
Guru
harus berilmu
d.
Guru
harus sehat jasmani
e.
Guru
harus berperilaku baik
3.
Peran
guru dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:
a.
Guru
sebagai pendidik
b.
Guru
sebagai pengajar
c.
Guru
sebagai pembimbing
d.
Guru
sebagai tenaga professional
e.
Guru
sebagai pembaharu
DAFTAR
PUSTAKA
Danim,
Sudarwan. Profesi Kependidikan. Bandung: Alfabeta CV, 2012.
Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif: Suatu Pendekatan Teoritis
Psikologi. Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2010.
Juhji, Peran
Urgen Duru dalam Pendidikan, Jurnal Ilmiah Pendidikan Vol. 10 No. 1
Tahun 2016.
Mudri, M.
Walid. Kompetensi dan Peranan Guru dalam Pembelajaran, Jurnal Falasifa
Vol. 1 No.1 Maret 2010.
Mulyasa, Menjadi
Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.
Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008.
Nata, Abuddin. Manajemen
Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Prenada
Media, 2003.
Priansa, Donni
Juni. Kinerja dan Profesionalisme Guru. Bandung: Alfabeta, 2014.
Suparlan. Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2005.
Ulum, M. Miftahul. Demitologi Profesi Guru. Ponorogo: STAIN
Ponorogo Press, 2011.
[3] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam
Interaksi Edukatif: Suatu Pendekatan Teoritis Psikolog, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2010), 32.
[4] M. Walid
Mudri, Kompetensi dan Peranan Guru dalam Pembelajaran, Jurnal Falasifa
Vol. 1 No.1 Maret 2010, 113.
[5] Donni Juni
Priansa, Kinerja dan Profesionalisme Guru (Bandung: Alfabeta, 2014),
124-126.
[6] Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif: Suatu Pendekatan
Teoritis Psikologis, 32-33.
[7] Ibid., 34.
[9] Juhji, Peran
Urgen Duru dalam Pendidikan, Jurnal Ilmiah Pendidikan Vol. 10 No. 1
Tahun 2016, 54-55.
[11] Juhji, Peran
Urgen Duru dalam Pendidikan, 55.
[12] Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif: Suatu Pendekatan
Teoritis Psikologis, 46.
[13] Mudri, Kompetensi
dan Peranan Guru dalam Pembelajaran, 117.
[14] M. Miftahul
Ulum, Demitologi Profesi Guru (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2011), 32.
[15] Abuddin Nata, Manajemen
Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan di Indonesia (Jakarta: Prenada
Media, 2003), 141-143.
[16] Sudarwan Danim,
Profesi Kependidikan (Bandung: Alfabeta CV, 2012), 6.
[17] Mulyasa, Menjadi
Guru Profesional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 44.








Tidak ada komentar:
Posting Komentar