Makalah ini dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
“ Perbandingan Pendidikan ”
Disusun oleh : Kelompok 5
1.
Diva Savitri (210315273)
2.
Elok Kuneta Faradila (210315281)
3.
Sulton Toriq Firdaus (210315279)
KELAS PAI.H
Dosen pengampu
Zainur Rofik
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Jepang adalah salah satu negara maju di dunia yang mempunyai
standar pendidikan tinggi dan pemerintah telah mendukung secara penuh
pengembangan pendidikan di masyarakat, setiap orang di Jepang lebih dihargai
oleh ketercapaian mereka di bidang pendidikan.[1]
Upaya pemerintah dan bangsa Jepang dalam meningkatkan pendidikan bisa dikatakan
berhasil. Pendidikan yang meluas dan membumi membuat hampir semua orang Jepang
melek huruf mendekati angka 100%.[2]
Dari hal diatas dapat dipahami, bahwa pendidikan di Jepang
merupakan suatu hal yang sangat penting untuk terus dikembangkan. Karena
mengingat juga Jepang merupakan negara yang memiliki perkembangan teknologi
yang luar biasa, dan hal ini memerlukan dukungan besar pula dari pendidikan. Tak
heran memang jika Jepang menjadi salah satu negara yang dijadikan sebagai pencerah
dalam melakukan perkembangan pendidikan untuk negara lain, termasuk Indonesia.
Namun, dengan kemajuan pendidikan dan teknologi yang luar biasa
ini, apakah pendidikan Islam juga menjadi bagian dari pendidikan di Jepang?
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai masalah pendidikan di Jepang, di dalam
makalah ini penulis akan sedikit membahasnya dengan harapan supaya bisa
bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi penulis.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sistem pendidikan yang ada di Jepang?
2.
Bagaimana kurikulum pendidikan di Jepang?
3.
Apa saja perbedaan pendidikan yang ada di Jepang dan di Indonesia?
4.
Bagaimana pendidikan Islam di
Jepang?
|
1
|
PEMBAHASAN
A.
Sistem Pendidikan yang ada di Jepang
Sistem pendidikan Jepang bisa dikategorikan sebagai suatu sistem
pendidikan tradisional. Pemerintah pusat memegang kontrol pendidikan, termasuk
menentukan kurikulum yang berlaku secara nasional baik bagi sekolah negeri
ataupun sekolah swasta. Pengajaran menekankan hafalan dan daya ingat untuk
menguasai materi pelajaran yang diberikan. Materi pelajaran diarahkan agar
murid bisa lulus ujian akhir atau test masuk ke sekolah lebih tinggi, tidak
mengembangkan daya kritis dan kemandirian murid. Semua murid diperlakukan sama,
tidak ada treatment khusus untuk murid yang tertinggal. Sekolah
menekankan pada diri murid sikap hormat dan patuh kepada guru dan sekolah.[3]
|
2
|
Adapun tujuan
pendidikan di Jepang adalah “Pendidikan harus bertujuan untuk pengembangan
penuh kepribadian dan berusaha untuk memelihara warga, suara dalam pikiran dan
tubuh, yang dijiwai dengan kualitas yang diperlukan bagi mereka yang membentuk
negara dan masyarakat yang damai dan demokratis.”
Tujuan-tujuan
yang menjadi target yang ingin dicapai pendidikan Jepang yaitu :
a.
Pencapaian pengetahuan luas dan budaya, budidaya sensibilitas kaya
dan rasa moralitas, dan pengembangan tubuh yang sehat.
b.
Pengembangan kemampuan individu, membina semangat otonomi dan
kemandirian, dan menekankan hubungan antara karir dan kehidupan praktis.
c.
Membina sikap menghargai keadilan dan tanggung jawab, saling
menghormati dan kerjasama, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, dan jiwa
sipil.
d.
Membina sikap menghormati kehidupan dan alam, dan memberikan
kontribusi terhadap perlindungan lingkungan.
e.
Membina sikap menghormati tradisi dan budaya, mencintai negara dan
wilayah yang mengasuh mereka, menghormati negara-negara lain, dan memberikan
kontribusi bagi perdamaian dunia dan perkembangan masyarakat internasional.[5]
Untuk sistem pendidikan tersusun dalam lima tahap, taman
kanak-kanak (satu sampai tiga tahun), sekolah dasar (enam tahun), sekolah
menengah pertama (tiga tahun), sekolah menengah atas (tiga tahun), dan
universitas (pada umumnya empat tahun). Ada juga junior college (akademi)
yang menyelenggarakan studi dua atau tiga tahun. Selain itu, banyak universitas
menyediakan pendidikan pasca-sarjana untuk studi lanjutan.[6]
a. Pendidikan Pra-sekolah
Pendidikan pra-sekolah dibedakan menjadi dua bentuk,
yaitu Kelompok Bermain (KB) atau Play Group (PG) dan Taman Kanak-Kanak (TK).
Play Group (PG) merupakan fasilitas yang disediakan
bagi para orang tua yang bekerja sehingga tidak dapat mengasuh anaknya di siang
hari. Pendaftaran murid baru dimulai setiap awal Januari. Permohonan untuk
masuk ke PG ini dilakukan di kantor pemerintahan setempat karena terbatasnya
jumlah tempat untuk masuk ke kelompok bermain ini. Lembaga ini
disebut Hoiku-jo (Pusat Perawatan Siang Hari), dan termasuk lembaga
kesejahteraan sosial, di samping juga berfungsi sebagai tempat pendidikan pra-sekolah.
Peserta yang masuk Hoiku-jo adalah bayi hingga anak usia 5 tahun. Mereka
yang berusia 3 tahun ke atas biasanya mendapat pendidikan seperti TK.
TK di Jepang menerima murid berusia 3 sampai 5 tahun
untuk lama pendidikan 1 sampai 3 tahun. Anak berusia 3 tahun diterima dan
mengikuti pendidikan selama 3 tahun, sedangkan anak berusia 4 tahun mengikuti
pendidikan selama 2 tahun dan bagi pendaftar berusia 5 tahun hanya menempuh
pendidikan pra-sekolah selama 1 tahun. TK atau yang disebut youchien
bertujuan untuk mengasuh anak-anak usia dini dan memberikan lingkungan yang
layak bagi perkembangan jiwa anak.[7]
b. Sekolah Dasar
Lebih dari 99% anak-anak usia Sekolah Dasar di
Jepang terdaftar di sekolah. Semua anak memasuki kelas 1 SD pada usia 6 tahun,
dan sekolah mulai dianggap sebagai peristiwa yang sangat penting bagi anak. Pada Sekolah Dasar siswa
akan diajarkan mata pelajaran bahasa Jepang, pengenalan lingkungan
hidup, musik, menggambar, olah raga, kerajinan tangan, pelajaran-pelajaran
topik, ilmu-ilmu sains, aritmetika, dan sosial. Pada pelajaran mengenai ilmu sosial murid-murid
Sekolah Dasar diajarkan pendidikan moral, berpartisipasi dalam aktivitas sosial
dan kegiatan sosial lainnya.[8]
Perlu diketahui pula, bahwa pendidikan dasar di Jepang tidak mengenal
ujian kenaikan kelas, tetapi siswa yang telah menyelesaikan proses belajar di
kelas satu secara otomatis akan naik ke kelas dua, begitu seterusnya. Ujian akhir pun tidak ada, karena SD dan SMP
tersebut masih dalam kelompok “Compulsory
Education”, sehingga siswa yang sudah selesai melakukan studinya di SD akan
langsung melanjutkan ke SMP.[9]
c. Sekolah Menengah Pertama
Hampir semua siswa di Jepang belajar bahasa Inggris
sejak tahun pertama SMP, dan kebanyakan mempelajarinya paling tidak selama 6
tahun. Mata pelajaran wajib di SMP adalah bahasa Jepang, ilmu-ilmu sosial,
matematika, sains, musik, seni rupa, pendidikan jasmani, dan pendidikan
kesejahteraan keluarga. Berbagai mata pelajaran tersebut diberikan pada waktu
yang berlainan setiap hari selama seminggu sehingga jarang ada jadwal pelajaran
yang sama pada hari yang berbeda.[10]
d. Sekolah Menengah Atas
Jurusan di SMA dapat dikategorikan ke dalam beberapa
jenis berdasarkan pola kurikulum, yaitu jurusan umum (akademis), pertanian,
teknik, perdagangan, perikanan, home economic, dan perawatan. Untuk
masuk ke salah satu jenis sekolah tersebut, siswa harus mengikuti ujian masuk
dan membawa surat referensi dari SMP tempat ia lulus sebelumnya. Hampir semua
SMP dan SMA serta Universitas swasta menentukan penerimaan siswa melalui ujian
masuk, dan setiap sekolah menyelenggarakan ujian masuk sendiri. Siswa yang ingin
masuk sekolah yang bersangkutan harus mengikuti ujian. Karena ujian masuk
sangat sulit, siswa kerap mengikuti les tambahan (bimbingan belajar) di juku atau yobiko pada akhir pekan atau pada sore/malam hari biasa, selain
pelajaran sekolahnya.[11]
e. Perguruan Tinggi
Ada tiga jenis lembaga pendidikan tinggi, yaitu: Universitas, Junior
College (akademi), dan Technical College (akademi teknik). Di Universitas
terdapat pendidikan sarjana (S-1) dan pascasarjana (S-2 dan S-3). Pendidikan
S-1 berlangsung selama 4 tahun, menghasilkan sarjana bergelar Bachelor’s
degree, kecuali di fakultas kedokteran dan kedokteran gigi yang berlangsung
selama 6 tahun. Pendidikan pascasarjana dibagi dalam dua kategori, yakni Master’s
degree (S-2) ditempuh selama 2 tahun sesudah tamat S-1 dan Doctor’s
degree (S-3) ditempuh selama 5 tahun.
Junior College memberikan pendidikan selama dua atau tiga
tahun bagi para lulusan SMA. Kredit yang diperlukan di Junior College dapat
dihitung sebagai bagian dari kredit untuk memperoleh gelar Bachelor’s degree
(S-1). Lulusan sekolah menengah (setingkat SMP) dapat masuk ke Technical
College (akademi teknik). Pendidikan di lembaga ini berlangsung selama 5
tahun (full time) untuk mencetak tenaga teknisi. Universitas dan Junior
College memilih mahasiswanya berdasarkan hasil ujian masuk serta hasil
prestasi belajar dari SMA.[12]
B.
Kurikulum Pendidikan di Jepang
Pada level nasional tanggung jawab pendidikan ada pada Kementrian Pendidikan,
Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan. Kementrian memberikan pedoman untuk menyusun
kurikulum mata pelajaran serta persyaratan kredit mulai dari TK hingga ke
perguruan tinggi. Kementrian juga bertanggung jawab terhadap pengembangan buku
teks untuk sekolah dasar dan menengah. Kemudian distrik terdapat dewan
pendidikan yang bertanggung jawab terhadap supervisi atas masalah-masalah
personalia pada lembaga pendidikan pemerintah, memberikan inservice training
asset cultural, dan memberikan nasihat kepada lembaga-lembaga pendidikan.
Di masing-masing kota memiliki tiga sampai lima orang dewan pendidikan dengan
fungsi utama memberikan dan mengurus institusi pendidikan di kota. Sistem
keuangan di jepang disediakan bersama-sama antara pemerintah pusat, distrik,
maupun kota, dimana diambil dari pajak dan dari sumber-sumber lain.[13]
Kurikulum sekolah ditentukan oleh Menteri Pendidikan
yang kemudian dikembangkan oleh Dewan Pendidikan Distrik dan Kota.
Pada semua tingkat pendidikan di Jepang harus menempuh berbagai ujian yang
merupakan syarat untuk mendapatkan ijazah. Bagi siswa yang kehadirannya kurang
dari 5% tahun belajar dan hasil ujian jelek maka diwajibkan untuk mengulang
pada level yang sama. Kurikulum disusun oleh sebuah komite khusus dibawah
kontrol Kementrian Pendidikan. Komisi kurikulum terdiri dari praktisi dan pakar
pendidikan, wakil dari kalangan industri dan wakil dari Kementrian Pendidikan. Komisi ini bertugas mempelajari tujuan pendidikan Jepang yang
terdapat dalam fundamental education law lalu menyesuaikan dengan
perkembangan yang terjadi baik di dalam maupun luar negeri.[14]
Pembaruan kurikulum di Jepang mengikuti
pola 10 tahunan. Tentunya ada hal baru yang dimasukkan dalam setiap kurikulum,
mengikuti perubahan sosial dan ekonomi masyarakat Jepang di dunia. Sekalipun
perubahan sosial terjadi, para pakar pendidikan Jepang mensinyalir adanya
kemunduran dalam dunia pendidikan di Jepang. Kemunduran tersebut diantaranya
adalah menurunnya minat bersekolah anak-anak, dekadensi moral dan kedisiplinan
yang mulai rapuh, juga prestasi belajar yang menurun, sekalipun beberapa pakar
meragukan alat ukur ini sebagai alat yang tepat untuk mengukur kemampuan akademik
siswa.[15]
Hal-hal yang ditegaskan oleh Kementerian
Pendidikan Jepang terkait dengan menyusun kurikulum adalah: 1) standar
kurikulum nasional, 2) mengutamakan keharmonisan pertumbuhan jasmani dan rohani
siswa, 3) menyesuaikan dengan lingkungan sekitar, 4) memperhatikan step
perkembangan siswa, dan 5) memperhatikan karakteristik course
pendidikan/jurusan pada level SMA.[16]
C.
Perbedaan Pendidikan yang ada di Jepang dan di Indonesia
Adapun perbedaan antara pendidikan di
Jepang dan Indonesia terdapat 5 aspek, yaitu:
|
No.
|
Aspek
|
Jepang
|
Indonesia
|
|
1.
|
Tujuan Pendidikan Nasional
|
Untuk meningkatkan
perkembangan kepribadian secara utuh, menghargai nilai-nilai individu, dan
menanamkan jiwa-jiwa yang bebas.
|
Mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, berfungsi untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab
|
|
2.
|
Prinsip
penyelenggaraan Pendidikan
|
a.
Prinsip
Legalisme
b.
Prinsip
administrasi yang demokratis
c.
Prinsip
netralitas
d.
Prinsip
penyesuaian dan penetapan kondisi pendidikan
e.
Prinsip
desentralisasi
|
a.
Demokratis,
berkeadilan, tidak diskriminatif
b.
Sebagai
stu kesatuan yang sistematik
c.
Merupakan
proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik
d.
Diselenggarakan
dengan memberi keteladanan
e.
Diselenggarakan
dengan budaya “Calistung”
f.
Diselenggarakan
dengan memberdayakan semua komponen masyarakat
|
|
3.
|
Acuan Pendidikan
|
Negara maju terutama
AS, dengan penyesuaian terhadap budaya bangsa sendiri, sehingga dihasilkan
suatu bentuk yang unik yang menjadi ciri khas Negara Jepang
|
Negara maju terutama
AS, tetapi kurang penyesuaian terhadap budaya bangsa sendiri. Misalnya kita
telah memiliki konsep Pendidikan Taman siswa, tetapi lebih memilih konsepnya Bloom,
dkk dari AS.
|
|
4.
|
Pengembangan
Kurikulum Sekolah
|
Lebih menekankan
pada sistem pendidikan di sekolah, bukan pada perubahan mata pelajaran atau
metode mengajar. Gakusyuushidouyouryou (kurikulum)
pertama kali dikeluarkan pada tahun 1947, bertepatan dengan lahirnya UU
Pendidikan di Jepang.
|
|
|
5.
|
Kemunduran
Pendidikan
|
Dengan sistem
pendidikan yang ketat menyebabkan banyak orang yang mengalami gangguan
psikis. Kemudian pelaksanaannya agak longgar tetapi menyebabkan kemunduran
pendidikan yang menurut para ahli di Jepang ditandai antara lain: menurunnya minat bersekolah anak-anak, dekadensi moral dan kedisiplinan
yang mulai rapuh, juga prestasi belajar yang menurun.
|
Pelaksanaan
pendidikan di Indonesia lebih longgar, tidak seketat Jepang, namun
tanda-tanda kemunduran pendidikan di Jepang juga terjadi di Indonesia.[18]
|
D.
Pendidikan Islam di Jepang
Konteks sosial di Indonesia di mana agama memainkan peran penting
dalam kehidupan publik membantu kita untuk memahami mengapa pendidikan agama di
negara ini sangat didukung oleh negara. Pendidikan agama tidak hanya diizinkan,
tetapi diperlukan, untuk diajarkan di sekolah negeri dan swasta, dari tingkat
dasar hingga pendidikan tinggi. Di Jepang, negara menjaga jarak dari agama,
karena negara ini berdasarkan ideologi sekuler. Akibatnya, pendidikan agama
tidak diizinkan untuk diajarkan di sekolah umum, tetapi diperbolehkan di
sekolah swasta. Dari perspektif ini, hubungan antara pilihan ideologi negara
dan cara pendidikan agama dilakukan terhubung.[19]
Ada tiga pasal tentang pendidikan agama yang disebutkan dalam RUU Republik
Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
1.
Pasal 12, poin 1 (a), menyatakan bahwa "Setiap siswa di unit
pendidikan memiliki hak untuk: (a) menerima pendidikan agama dalam keyakinannya
sendiri yang diajarkan oleh seorang guru iman itu."
2.
Pasal 30
berhubungan dengan pendidikan agama dalam hal (a) pemegang pendidikan agama;
(b), fungsi pendidikan agama; (c) isi pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan agama, dan (d) bentuk-bentuk pendidikan agama.
3.
Pasal 37 berbicara tentang pendidikan agama yang seharusnya menjadi
elemen kurikulum nasional untuk tingkat pendidikan dasar, menengah, dan tinggi.
Tiga pasal 12, 30, dan 37 dari RUU RI no. 20 tahun 2003 menguraikan secara
rinci peraturan pemerintah no. 55 tahun 2007 berisi enam bab dan lima puluh
pasal.[20]
Kebijakan di atas menunjukkan dengan
jelas dukungan kuat negara terhadap pendidikan agama di Indonesia.
Tidak hanya pendidikan agama termasuk dalam RUU RI no. 20 tahun 2003 yang
menunjukkan bahwa pendidikan agama adalah bagian dari sistem pendidikan
nasional, tetapi juga menjelaskan secara rinci isi peraturan pemerintah no. 55
tahun 2007.
Sebaliknya, Jepang tidak mengizinkan
pendidikan agama diajarkan di sekolah umum, tetapi diperbolehkan di sekolah
swasta. Hanya ada dua pasal tentang pendidikan agama dalam
Konstitusi Jepang, yang ditemukan dalam Konstitusi Jepang, pasal 20, dan pasal
lain ditemukan dalam Undang-Undang Dasar Pendidikan 2006, Pasal 15.[21]
1.
Konstitusi Jepang, pasal 20, menyatakan bahwa “Kebebasan beragama
dijamin bagi semua; Tidak ada organisasi keagamaan yang akan menerima hak
istimewa apa pun dari Negara, atau menjalankan otoritas politik apa pun; Tidak
ada orang yang akan dipaksa untuk mengambil bagian dalam tindakan, perayaan,
ritual atau praktik keagamaan apa pun; Negara dan organnya harus menahan diri
dari pendidikan agama atau kegiatan keagamaan lainnya. ”
2.
Undang-Undang Dasar tentang Pendidikan 2006, pasal
15, menyatakan: Sikap toleransi beragama, pengetahuan umum tentang agama, dan
posisi agama dalam kehidupan sosial harus dihargai dalam pendidikan.
Sekolah-sekolah yang didirikan oleh
pemerintah nasional dan lokal harus menahan diri dari pendidikan agama atau
kegiatan lain untuk agama tertentu.[22]
Pernyataan di atas menunjukkan dukungan negara yang berbeda terhadap pendidikan agama. Di Indonesia, pendidikan agama mendapat
dukungan kuat dari negara, dan ini dapat dilihat melalui penyertaan tiga pasal
tentang pendidikan agama dalam RUU RI no. 20 tahun 2003 dan enam bab dan lima puluh pasal
dalam Peraturan Pemerintah no. 55 tahun 2007. Berbeda dengan Jepang, negara
memberikan dukungan rendah untuk pendidikan agama, dan ini dapat
dilihat dari fakta bahwa pendidikan
agama hanya disebutkan satu kali dalam
Konstitusi Jepang dan sekali dalam Undang-Undang Dasar Pendidikan, 2006.
Fakta ini membutuhkan lebih banyak
penjelasan dan eksplorasi dari perspektif yang berbeda. Penjelasan pertama
dapat diberikan dengan melihat ideologi negara. Indonesia didasarkan pada
Pancasila yang bernuansa agama melalui prinsip pertama, kepercayaan pada satu
Tuhan, sedangkan Jepang didasarkan pada ideologi sekuler yang memegang
pemisahan negara dan agama. Pemilihan ideologi sebagai fondasi negara
berkontribusi sejauh mana suatu negara memberikan dukungan kepada pendidikan agama. Alasan mengapa Indonesia dan Jepang memiliki dukungan berbeda
untuk pendidikan agama jelas karena ideologi yang berbeda: ideologi non-sekuler dan
sekuler.[23]
Alasan kedua terletak pada
kepentingan keluarga dan negara. Keluarga dan negara Indonesia melihat pendidikan agama sebagai bagian penting dari kehidupan orang-orang, sementara
keluarga dan negara Jepang melihat pendidikan agama dengan cara
yang berbeda. Untuk rata-rata keluarga Indonesia, keberadaan pendidikan agama
di sekolah adalah untuk memastikan bahwa anak-anak menerima ajaran agama yang
sesuai dimana mereka dapat hidup berdasarkan nilai-nilai agama. Peran
pendidikan agama adalah untuk mentransfer, mempertahankan, dan mengabadikan
nilai-nilai agama dari satu generasi ke generasi lain. Negara, di sisi lain,
memiliki dua kepentingan dalam pendidikan agama: di satu sisi, negara menerima
dukungan politik maksimum dari rakyat, dan di sisi lain, pendidikan agama
memiliki kontribusi untuk menciptakan warga negara yang beradab. Dalam keluarga
dan negara Jepang menunjukkan sedikit ketertarikan pada pendidikan agama, di mana pendidikan
agama menerima dukungan rendah dalam
konstitusi dan dalam kehidupan publik.[24]
Argumen terakhir adalah tentang
jenis masyarakat. Indonesia adalah masyarakat multikultural dalam hal agama, etnis,
dan bahasa; sedangkan Jepang adalah masyarakat monokultural dalam hal faktor di
atas. Indonesia membutuhkan pendidikan agama karena dapat
mempromosikan toleransi, perdamaian, dan saling pengertian satu agama kepada
yang lain. Untuk membuat pendidikan
agama bermakna bagi masyarakat
multikultural dan plural, penting bagi Indonesia untuk mendefinisikan dan
merekonstruksi pendidikan
agama, dari hanya berurusan dengan agama
mereka sendiri dengan orang lain. Sebaliknya, Jepang tidak menekankan
pentingnya pendidikan
agama karena negara memiliki masyarakat
homogen yang lebih mudah dikelola daripada masyarakat heterogen.[25]
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan:
1.
Sistem Pendidikan yang ada di Jepang
Sistem pendidikan Jepang bisa dikategorikan sebagai suatu sistem
pendidikan tradisional. Pemerintah pusat memegang kontrol pendidikan, termasuk
menentukan kurikulum yang berlaku secara nasional baik bagi sekolah negeri
ataupun sekolah swasta. Jenjang pendidikan di Jepang meliputi: Taman
Kanak-Kanak (satu sampai tiga tahun), Sekolah Dasar (enam tahun), Sekolah
Menengah Pertama (tiga tahun), Sekolah Menengah Atas (tiga tahun), dan
Universitas (pada umumnya empat tahun). Ada juga Junior College (akademi)
yang menyelenggarakan studi dua atau tiga tahun
2.
Kurikulum Pendidikan di Jepang
Kurikulum sekolah ditentukan oleh Menteri Pendidikan yang kemudian
dikembangkan oleh dewan pendidikan distrik dan kota. Pada semua tingkat
pendidikan di Jepang harus menempuh berbagai ujian yang merupakan syarat untuk
mendapatkan ijazah. Bagi siswa yang kehadirannya kurang dari 5% tahun belajar
dan hasil ujian jelek maka diwajibkan untuk mengulang pada level yang sama.
3.
Perbedaan Pendidikan yang ada di Jepang dan di Indonesia
Perbedaan pendidikan antara Jepang
dan Indonesia ini terdiri dari beberapa aspek, yaitu: 1) Tujuan Pendidikan
Nasional, 2) Prinsip penyelenggaraan Pendidikan, 3) Acuan Pendidikan, 4) Pengembangan
Kurikulum Sekolah, dan 5) Kemunduran Pendidikan.
4.
Pendidikan Islam di Jepang
|
14
|
Achmadi dan Shobahiya, Mahasri.“Sistem Pendidikan (Studi Komparasi antara Indonesia
dan Jepang).” Jurnal Ishraqi. Vol. IV No. 1 Januari-Juni 2008.
Adriani,
Sri Dewi. “Dampak Kemajuan Pendidikan Terhadap Munculnya Fenomena Juken Jigoku
(Neraka Ujian Masuk) Di Jepang.” Humaniora 1, no. 1 (2010): 142–49.
Hasan,
Chalidjah. Kajian Pendidikan Perbandingan. Surabaya: Al-Ikhlas, 1995.
Kurniawan,
Citra. “Wawasan Pendidikan : Studi Komparatif Sistem Pendidikan di Beberapa
Negara Maju (Korea Selatan dan Jepang).” Sekolah Tinggi Teknik Malang.
Miliyawati, Bety. “Kurikulum dan Pembelajaran Matematika di Jepang
serta Perbandingannya dengan Indonesia.” Jurnal Pendidikan Matematika.
Vol. 1 No. 1 April 2016.
Mulyadi, Budi. “Model
Pendidikan Karakter pada Msyarakat Jepang.” Junal Izumi. Vol. 3 No. 1 2014.
Nur, Hamzah. “Potret
Pendidikan di Jepang Sebagai Konsep Pencerahan Pendidikan di Indonesia.” Jurnal
Medtek. Volume 2. Nomor 1. April 2010.
Nuryatno, M. Agus.
“Comparing Religious Education in Indonesia and Japan.” Al-Jami’ah: Journal
of Islamic Studies 52, no. 2 (2014): 435–58.
Putra, Armansya. “Mengkaji & Membandingkan Kurikulum 7 Negara
(Malaysia, Singapura, Cina, Korea, Jepang, Amerika dan Finlandia).” Program
Studi Biologi Universitas Samawa Sumatera Barat.
Sutapa, Mada. “Analisis Competitive Advantage Pendidikan
Belanda dan Jepang.” Pusat Studi Kawasan Lembaga Penelitian Universitas
Negeri Yogyakarta.
Tukiyo. “Sistem Pendidikan dan Pendidikan Karakter di Jepang serta
Perbandingannya dengan di Indonesia.” FKIP Universitas Widya Dharma Klaten.
[1] Sri Dewi
Adriani, “Dampak Kemajuan Pendidikan Terhadap Munculnya Fenomena Juken Jigoku
(Neraka Ujian Masuk) Di Jepang,” Humaniora 1, no. 1 (2010): 142–49. hlm. 143.
[2]
Hamzah Nur, “Potret Pendidikan di Jepang
Sebagai Konsep Pencerahan Pendidikan di Indonesia”, Jurnal Medtek,
Volume 2, Nomor 1, April 2010. hlm. 3.
[3] Mada
Sutapa, “Analisis Competitive Advantage Pendidikan Belanda dan Jepang”,
Pusat Studi Kawasan Lembaga Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta, hlm. 10.
[4]
Citra Kurniawan, “Wawasan Pendidikan : Studi Komparatif Sistem Pendidikan di
Beberapa Negara Maju ( Korea Selatan dan Jepang)”, Sekolah Tinggi Teknik
Malang. hlm. 7-8.
[5] Ibid.,
12.
[6] Chalidjah
Hasan, Kajian Pendidikan Perbandingan (Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), 107.
[7] Achmadi dan Mahasri Shobahiya, “Sistem
Pendidikan (Studi Komparasi antara Indonesia dan Jepang)”, Jurnal
Ishraqi, Vol. IV No. 1 Januari-Juni 2008. hlm. 76-77.
[8] Budi Mulyadi, “Model Pendidikan Karakter pada Msyarakat
Jepang”, Junal Izumi, Vol. 3 No. 1 2014. hlm. 71.
[9] Tukiyo, “Sistem
Pendidikan dan Pendidikan Karakter di Jepang serta Perbandingannya dengan di
Indonesia”, FKIP Universitas Widya Dharma Klaten. hlm. 218.
[13]
Armansya Putra, “Mengkaji
& Membandingkan Kurikulum 7 Negara (Malaysia, Singapura, Cina, Korea,
Jepang, Amerika dan Finlandia)”. Program Studi Biologi Universitas Samawa Sumatera
Barat. hlm. 15.
[14] Ibid.,
16.
[15] Tukiyo, Sistem
Pendidikan dan Pendidikan Karakter di Jepang serta Perbandingannya dengan di
Indonesia, 221.
[16] Bety
Miliyawati, “Kurikulum dan Pembelajaran Matematika di Jepang serta
Perbandingannya dengan Indonesia”, Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 1
No. 1 April 2016. hlm. 5.
[17] Tukiyo, Sistem
Pendidikan dan Pendidikan Karakter di Jepang serta Perbandingannya dengan di
Indonesia, 225-227.
[19] M. Agus
Nuryatno, “Comparing Religious Education in Indonesia and Japan,” Al-Jami’ah:
Journal of Islamic Studies 52, no. 2 (2014): 435–58. hlm. 440.
[21] Ibid.,
442.
[22] Ibid.,
443.
[23] Ibid., 443-444.
[24] Ibid.,
444.
[25] Ibid.








Tidak ada komentar:
Posting Komentar