KELUARGA BERENCANA DAN PERSOALAN KEPENDUDUKAN
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“MASAIL FIQHIYAH”

Disusun oleh : Kelompok 3
1. Anis Faridatul
Khoiriyah (210315263)
2. Habib Rumpoko (210315265)
3. Rista Hasanatul Fadillah (210315293)
Kelas PAI.H
Dosen Pengampu :
Ibnu Muchlis,
M.Hum
JURUSAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bangsa Indonesia sejak masa proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 sampai saat
ini dan masa mendatang, berusaha untuk memakmurkan masyarakat yang berkeadilan
sosial dan merata. Untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur
tidaklah mudah. Banyak kendala yang dihadapi, sehingga pelaksanaan pembangunan
tidak berjalan mulus.
Suatu pembangunan memerlukan modal, sarana, tenaga terampil yang
berkualitas, wawasan yang luas dan masih banyak lagi. Dalam situasi yang
semacam ini, bangsa kita juga dihadapkan kepada suatu persoalan yang cukup
rawan, yaitu menghadapi kepadatan penduduk yang terus melaju dari tahun ke
tahun. Salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah untuk mengatasi
problem-probem yang tumbuh dan berkembang adalah dengan “Keluarga Berencana”.
Kendatipun wakil-wakil rakyat telah menetapkan KB itu dalam GBHN, masih ada
persoalan lain yang perlu dituntaskan, yaitu bagaimana pandangan agama Islam
terhadap KB itu, karena mayoritas bangsa Indonesia menganut agama Islam. Karena
itulah pemakalah akan membahas tentang keluarga berencana dan persoalan
kependudukan.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana konsep umum
tentang KB dan kependudukan?
2.
Apa dampak positif
negatif program keluarga berencana?
3.
Bagaimana hukum KB dalam
Islam?
|
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konsep umum
tentang KB dan kependudukan
Indonesia merupakan negara berkembang yang
memiliki jumlah penduduk besar. Namun kian kemari pertumbuhan penduduk di
Indonesia menimbulkan masalah yang serius di negara ini. Berdasarkan hasil
sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia telah melampaui angka
proyeksi nasional yaitu sebanyak 237,6 juta jiwa, dan laju pertumbuhan penduduknya
rata-rata 1,49 % per tahun.[1]
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) memperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2011 telah
bertambah menjadi 241 juta jiwa lebih. Jika laju pertumbuhan tidak ditekan maka
jumlah penduduk di Indonesia pada 2045 bisa menjadi sekitar 450 juta jiwa, hal
ini berarti satu dari 20 penduduk dunia adalah orang Indonesia.
Riza menyebutkan berbagai masalah
kependudukan di Indonesia antara lain:
1.
Pertambahan penduduk yang cepat
2.
Penyebaran penduduk yang tidak merata
3.
Kualitas penduduk yang masih rendah.
Jumlah penduduk merupakan masalah yang
serius tidak hanya bagi negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia
tetapi juga bagi negara-negara maju. Masalah kependudukan dewasa ini telah
menjadi masalah yang besar bagi dunia secara keseluruhan karena menyangkut
banyak segi terutama pada aspek jumlah dan kualitas.[2]
|
Pertambahan jumlah penduduk yang tanpa
kendali dapat menimbulkan masalah sosial dan ekonomi dengan segala akibatnya.
Masalah sosial tersebut antara lain adalah semakin besarnya kebutuhan akan
fasilitas pendidikan, kesehatan, perumahan, dan sebagainya. Hal ini tentu saja
merupakan masalah yang rumit bagi pemerintah Indonesia dalam pembangunan dan
meningkatkan taraf hidup masyarakat guna mewujudkan keluarga bahagia dan
sejahtera.
|
Dalam mengatasi masalah ini pemerintah
Indonesia telah berupaya dalam memasyarakatkan program Keluarga Berencana (KB)
kepada seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah telah melakukan berbagai
kebijakan di antaranya melalui pendidikan, baik pendidikan formal maupun
nonformal. Melalui pendidikan nonformal dilakukan berbagai bentuk kegiatan
langsung kepada masyarakat melalui media massa, penataran-penataran, dan lain-lain.[3]
Program Keluarga Berencana (KB) itu hanya
bisa berhasil dengan baik, apabila mendapat respon yang positif dari seluruh
lapisan masyarakat, baik dari kalangan pribumi (warga negara asli) atau WNI
keturunan asing dan warga negara asing yang tinggal di Indonesia.
Mengingat umat Islam di Indonesia
merupakan kelompok mayoritas,[4] maka respon positif dan
partisipasi aktif dari para ulama dan cendekiawan muslim sangat diharapkan,
demi suksesnya program nasional KKB ini. Sebab suara/ fatwa mereka sebagai informal
leader sangat diperhatikan oleh umat Islam, karena pelaksanaan program KKB
ini tidak hanya menyangkut aspek medis, sosial ekonomi, dan budaya saja
melainkan juga berkaitan dengan aspek agama yang cukup sensitif, yakni masalah
hukum halal/ haramnya.[5]
Karena itu, Majelis Ulama Indonesia
sebagai lembaga yang menyuarakan aspirasi umat Islam harus berani mengeluarkan
fatwa tentang program KKB, terutama hukum ber-KB, dan cara-cara kontrasepsi
yang mana benar-benar boleh dan mana yang haram, dan juga pandangan Islam
terhadap gagasan yang hanya menghendaki catur warga untuk setiap keluarga,
yakni bapak, ibu, dan dua anak saja.
Namun fatwa-fatwa agama baik oleh MUI,
lembaga lainnya, atau oleh ulama perorangan harus berdasarkan dalil-dalil agama
yang cukup kuat dengan memperhatikan situasi dan kondisi bangsa Indonesia serta
budayanya, dan bukan fatwa untuk sekedar legtimasi guna memenuhi pesanan
sponsor.[6]
B.
|
Dampak positif
negatif program keluarga berencana
Kita perlu melaksanakan perencanaan
keluarga atas dasar mencapai keseimbangan antara mendapatkan keturunan dengan:
1.
Terpeliharanya kesehatan ibu anak,
terjaminnya keselamatan jiwa ibu karena bebas jasmani dan rohani selama hamil,
melahirkan, menyusui, dan memelihara anak serta timbulnya kejadian-kejadian
yang tidak diinginkan dalam keluarganya.
2.
Terpeliharanya kesehatan jiwa, kesehatan
jasmani dan rohani anak serta tersedianya pendidikan bagi anak.
3.
Terjaminnya keselamatan agama orang tua
yang dibebani kewajiban mencukupkan kebutuhan hidup keluarga.[7]
Berhubung dengan hal-hal tersebut di atas,
maka dapat kita pahami:
1.
Seorang ayah sebagai kepala keluarga wajib
bertanggung jawab atas kesejahteraan anak dan istrinya.
2.
Seorang ibu tidak dibenarkan menderita
karena anaknya, demikian pula ayahnya dan ahli warisnya.
3.
Sesuai dengan ilmu kesehatan, bahwa selama
si ibu menyusui anaknya ia dapat tidak mengalami menstruasi dan ini berarti
selam dua tahun menyusui, ia dapat tidak hamil; sehingga dengan demikian dapat
diambil bahwa ibu hendaknya mengatur jarak antara dua kehamilan/ kelahiran
minimal selama 30 bulan = 2 ½ tahun dan bisa dibulatkan 3 tahun. Waktu 2 ½ - 3
tahun sebagai jarak antara kehamilan/ kelahiran memang baik menurut Ilmu
Kesehatan, karena si ibu memang memerlukan waktu tersebut untuk menjaga
kesehatannya pada waktu hamil agar kandungannya selamat dan ia perlu menyusui
dan merawat bayinya dengan saksama.[8]
Selanjutnya menurut penulis yang tidak
kalah pentingnya adalah kemungkinan dampak negatif yang akan timbul dari
program KB itu.
|
Sebagaimana diketahui, bahwa setiap peserta
KB mempergunakan alat kontrasepsi. Bila penjualan alat-alat tersebut tidak
terkontrol dan dapat dibeli di sembarang tempat, maka ada kemungkinan akan
dipergunakan oleh para remaja (terutama) dan orang-orang dewasa dalam melakukan
hubungan seks. Keberanian untuk mengadakan hubungan seks itu lebih menonjol
karena sudah ada penangkal untuk tidak hamil dan terhindar dari penyakit AIDS
dengan mempergunakan kondom.[9]
C.
Hukum KB dalam
Islam
Keluarga berencana mempunyai arti yang sama dengan
istilah arab “تنْظِيْمُ
النَّسْلِ” (pengaturan keturunan/ kelahiran), bukan “ تَحْدِيْدُالنَّسْلِ ” (Arab) atau Birth
Control (Inggris), yang mempunyai arti pembatasan kelahiran.[10]
KB berarti pasangan suami istri telah mempunyai
perencanaan yang konkrit mengenai kapan anak diharapkan lahir agar di setiap
kelahirannya disambut dengan rasa gembira dan syukur.dan pasangan suami istri
tersebut juga telah merencanakan berapa anak yang dicita-citakan dan
disesuaikan dengan kemampuannya sendiri dan situasi-kondisi msyarakat dan negaranya.
Di dalam Al-Qur’an dan Hadis, yang merupakan sumber pokok
hukum Islam dan yang menjadi pedoman hidup (way of life) bagi umat
Islam, tidak ada nas yang sharih (clear statement) yang melarang
atau pun memerintahkan ber-KB secara ekplisit. Karena itu hukum ber-KB harus
dikembalikan kepada kaidah hukum Islam yang menyatakan:
“Pada dasarnya segala sesuatu/ perbuatan itu boleh,
kecuali/ sehingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya”.
Kalau seorang muslim melaksanakan dengan motivasi yang
hanya bersifat pribadi, misalnya ber-KB untuk menjarangkan kehamilan/kelahiran,
atau untuk menjaga kesehatan/ kesegaran badan si ibu, hukumnya boleh saja.
Tetapi kalau seseorang ber-KB di samping punya motivasi yang bersifat pribadi seperti
untuk kesejahteraan keluarga , juga ia punya motivasi yang bersifat pribadi
seperti untuk kesejahteraan keluarga, juga ia punya motivasi yang bersifat
kolektif dan nasonal, seperti untuk kesejahteraan masyarakat/ negara maka
hukumnya bisa sunah atau wajib.[11]
|
Tetapi hukum ber-KB bisa menjadi makruh bagi pasangan
suami istri yang tidak menghendaki kehamilan si istri, padahal suami istri
tersebut tidak ada hambatan/kelainan untuk mempunyai keturunan. Sebab hal yang
demikian itu bertentangan dengan tujuan perkawinan menurut agama, yakni untuk
menciptakan rumah tangga yang bahagia dan untuk mendapatkan keturunan yang sah
yang diharapkan menjadi anak yang saleh sebegai generasi penerus. Hukum ber-KB
juga bisa menjadi haram apabila orang melaksanakan KB dengan cara yang
bertentangan dengan norma agama.[12]
Misalnya. Dengan cara vasektomi, tubectomi,[13]
dan abortus (pengguguran).
Adapun menurut Ibnu Ziyad, kalau dengan Azl[14]
atau dengan alat yang mencegah sampainya mani ke rahim, seperti kondom,
maka hukumnya makruh. Begitu pula makruh hukumnya kalau dengan meminum obat
untuk menjarangkan kehamilan. Tetapi kalau dengan sesuatu yang memutuskan
kehamilan sama sekali, maka hukumnya haram, kecuali jika ada bahaya. Umpamanya
saja jika terlalu banyak melahirkan anak yang menurut pendapat orang yang ahli
tentang hal ini bisa menjadikan bahaya, maka hukumnya boleh dengan jalan apa
saja yang ada.[15]
1.
|
Ulama-ulama yang membolehkan
a.
Imam Al-Ghazali
Dalam kitabnya, “Ihya Ulumuddin”,
dinyatakan bahwa azl tidak dilarang, karena kesukaran yang dialami si
ibu disebabkan sering melahirkan. Motifnya antara lain:
1)
Untuk menjaga kesehatan si ibu, karena
sering melahirkan
2)
Untuk menghindari kesulitan hidup, karena
banyak anak
3)
Untuk menjaga kecantikan si ibu.
b.
Syekh al-Hariri
Beliau berpendapat bahwa menjalankan KB
bagi perorangan hukumnya boleh dengan ketentuan:
1)
Untuk menjarangkan anak
2)
Untuk menghindari suatu penyakit, bila ia
mengandung
3)
Untuk menghindari kemudharatan, bila ia
mengandung dan melahirkan dapat membawa kematiannya (secara media)
4)
Untuk menjaga kesehatan si ibu
5)
Untuk menghindari anak dari cacat fisik
bila suami atau istri mengidap penyakit tertentu.[16]
2.
Ulama-ulama yang melarang
a.
Prof. Dr. M. S. Madkour guru besar hukum
Islam, dalam tulisannya: ”Islam and Family Planning” dikemukakan antara
lain:”bahwa beliau tidak menyetujui KB jika tidak ada alasan yang memebenarkan
perbuatan itu.
b.
Abu A’la Al-Maududi (Pakistan)
Al-maududi adalah sorang ulama yang menentang pendapat orang yang
memperbolehkan pembatasan kelahiran. Menurut beliau Islam satu agama yang
berjalan sesuai dengan fitrah manusia. Dikatakannya:”Baranga siapa yang
mengubah perbuatan Tuhan dan menyalahi undang-undang fitrah, adalah memenuhi
perintah setan.” Beranak dan berketurunan itu adalah sebagian fitrah
tersebut menurut pandangan Islam.[17]
|
Ada 4 hal pokok yang menjadi pertimbangan masing-masing
individu dalam melaksanakan KB, antara lain:
1.
Segi ekonomi. Suami istri hendaknya
mempertimbangkan mengenai pendapatan dan pengeluaran dalam rumah tangga.
2.
Segi sosial. Suami istri hendaknya dapat
memikirkan mengenai pendidikan anak, kesehatan keluarga, perumahan dan
keperluan rekreasi untuk keluarga.
3.
Segi lingkungan hidup. Biasanya kalau
penduduk banyak, sedang sarana tidak mamadai, maka akan terjadi kerusakan
lingkungan, seperti sampah, limbah yang kotor, air yang tidak bersih. Dan
lain-lain.
4.
Segi kehidupan beragama. Ketenangan hidup
beragama dalam suatu keluarga, banyak faktor penentunya, seperti faktor
ekonomi, sosial, lingkungan tempat tinggal, kemampuan ilmu yang dimiliki suami
intri dlam mendidik anak dan keharmonisan antara semua keluarga.[18]
BAB III
KESIMPULAN
1.
Indonesia
merupakan negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk besar. Namun kian
kemari pertumbuhan penduduk di Indonesia menimbulkan masalah yang serius di
negara ini. Dalam mengatasi masalah ini pemerintah Indonesia telah berupaya
dalam memasyarakatkan program Keluarga Berencana (KB) kepada seluruh lapisan
masyarakat.
2.
Dampak positif
adanya program KB antara lain:
4.
Terpeliharanya kesehatan ibu anak,
5.
Terpeliharanya kesehatan jiwa,
6.
Terjaminnya keselamatan agama orang tua
yang dibebani kewajiban mencukupkan kebutuhan hidup keluarga.
3.
Dampak negatifnya antara lain, bila
penjualan alat-alat tersebut tidak terkontrol dan dapat dibeli di sembarang
tempat, maka ada kemungkinan akan dipergunakan oleh para remaja (terutama) dan
orang-orang dewasa dalam melakukan hubungan seks.
4.
Kalau seorang muslim melaksanakan dengan motivasi yang
hanya bersifat pribadi, misalnya ber-KB untuk menjarangkan kehamilan/kelahiran,
atau untuk menjaga kesehatan/ kesegaran badan si ibu, hukumnya boleh saja.
Tetapi kalau seseorang ber-KB di samping punya motivasi yang bersifat pribadi
seperti untuk kesejahteraan keluarga , juga ia punya motivasi yang bersifat
pribadi seperti untuk kesejahteraan keluarga, juga ia punya motivasi yang
bersifat kolektif dan nasonal, seperti untuk kesejahteraan masyarakat/ negara
maka hukumnya bisa sunah atau wajib.Tetapi hukum ber-KB bisa menjadi makruh
bagi pasangan suami istri yang tidak menghendaki kehamilan si istri, padahal
suami istri tersebut tidak ada hambatan/kelainan untuk mempunyai keturunan.
Hukum ber-KB juga bisa menjadi haram apabila orang melaksanakan KB dengan cara
yang bertentangan dengan norma agama.
|
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, M. Ali. Masail Fiqhiyah
al-Haditsah: Masalah-masalah Kontemporer Hukum Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1997.
Miri, Djamaluddin. Ahkamul Fuqaha: Solusi Problematika Hukum Islam
Aktual, Keputusan Muktamar Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama 1926-1999 .
Surabaya: Diantama, 2004.
Pahlupi, Riza. Hubungan Antara Kegiatan Penyuluhan Program Keluarga
Berencana (KB) dengan Perubahan Sikap Penduduk Kabupaten Garut. eJurnal
Mahasiswa Universitas Padjajaran, Vol.1., No.1, 2012.
Qardhawi, Yusuf. Halal dan Haram dalam Islam. Surabaya: PT Bina
Ilmu, 2007.
Rasyid, Hamdan. Fiqih Indonesia: Himpunan Fatwa-Fatwa Aktual. Jakarta:
PT Al Mawardi Prima, 2003.
Syaltut, Mahmud. Al- Fatawa. Mesir: Darul Qalam, s.a.
Zuhdi, Masjfuk. Masail Fiqhiyah. Jakarta: PT Toko Gunung Agung,
1997.
[1] Riza Pahlupi, Hubungan
Antara Kegiatan Penyuluhan Program Keluarga Berencana (KB) dengan Perubahan
Sikap Penduduk Kabupaten Garut, eJurnal Mahasiswa Universitas Padjajaran,
Vol.1., No.1, 2012, 2.
[4] Berdasarkan sensus penduduk
tahun 1980, penduduk Indonesia menurut agama berjumlah 147.490.296 jiwa dan
yang beragama Islam 128.462.176 jiwa (87,09%).
[9] M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah al-Haditsah: Masalah-masalah
Kontemporer Hukum Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), hlm 40.
[13] Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern telah memungkinkan manusia melakukan praktik pemandulan atau
pencegahan kehamilan dengan melakukan Vasectomi (pemotongan/ penutupan saluran
air mani pada laki-laki) atau Tubectomi (pemotongan/ penutupan saluran telur
pada wanita). Vide: Hamdan Rasyid, Fiqih Indonesia: Himpunan
Fatwa-Fatwa Aktual, (Jakarta: PT Al Mawardi Prima, 2003), 196.
[14] Azl berarti
mengeluarkan mani di luar rahim. Dalam hadist yang diriwayatkan Muslim
dikatakan bahwa para sahabat biasa melakukan Azl pada zaman Nabi SAW dan
beliau tidak melarang mereka. Umar bin Khattab dalam salah satu riwayatnya
berpendapat bahwa Azl itu dilarang, kecuali dengan izin istri. Vide: Yusuf
Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2007),
274.
[15] Djamaluddin Miri, Ahkamul
Fuqaha: Solusi Problematika Hukum Islam Aktual, Keputusan Muktamar Munas dan
Konbes Nahdlatul Ulama 1926-1999 (Surabaya: Diantama, 2004), 292.








Tidak ada komentar:
Posting Komentar