Makalah ini
dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
“Masail
Fiqihiyah”
Disusun oleh:
Nibar
Destian Arkianto (210315270)
Oktiya Hayyu Liyandani (210315292)
Yuliana
Afifah (210315278)
KELAS
PAI.H-KELOMPOK 4
Dosen pengampu
Ibnu
Muclis, M.Hum.
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN)
PONOROGO
APRIL 2018
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di antara bentuk penyimpangan terhadap ajaran-ajaran agama Islam
yang dilakukan oleh masyarakat modern adalah kehidupan free sex yang
semakin meningkat dan dilakukan secara terbuka serta dengan penuh rasa bangga. Akibat
dari kehidupan free sex, maka banyak terjadi kehamilan di luar nikah
sehingga menimbulkan kepanikan, baik bagi wanita yang bersangkutan maupun
keluarganya. Untuk menghindari perasaan malu kepada masyarakat, maka banyak
diantara mereka yang melakukan aborsi (penggguran kandungan). Di samping itu,
juga muncul praktek aborsi dari wanita yang hamil dari suami yang sah, tetapi
kehamilan tersebut tidak dikehendaki karena berbagai alasan. Melihat realitas
tersebut, maka untuk memberikan pemahaman kepada umat Islam tentang boleh atau
tidaknya praktek aborsi (pengguguran kandungan). [1]
Menyadari betapa pentingnya mengetahui apa itu aborsi dan hukumnya,
maka makalah ini membahas mengenai aborsi dan menstrual regulation.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
abortus dan menstrual regulation?
2.
Apa saja
macam-macam abortus?
3.
Bagaimana hukum
mengenai abortus?
|
1
|
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Abortus dan Menstrual Regulation
Kata
‘abortus’ dalam bahasa Inggris disebut abortion, berasal dari bahasa
Latin yang berarti gugur kandungan atau keguguran. Kata tersebut kemudian
diserap kedalam bahasa Indonesia dengan tiga arti, yaitu: 1) Terpecahnya embrio
yang tidak mungkin lagi hidup (sebelum habis bulan keempat dari kehamilan),
keguguran. 2) Keadaan terhentinya pertumbuhan yang normal (tentang makhluk
hidup). 3) guguran (janin).[2] Aborsi juga bisa berarti
bayi lahir karena dipaksa atau bayi yang lahir dengan sendirinya. Dalam kajian
fikih, tindakan aborsi menggunakan banyak istilah yakni
istilah isqoṭ (menggugurkan) dan istilah ilqā (melempar) atau istilah ṭarḥu
(membuang).[3]
Menurut
istilah kedokteran aborsi adalah mengeluarkan isi rahim sebelum mencapai 28
minggu, yang menjadikanya tidak dapat hidup. Maka bila bayi
lahir setelah waktu tersebut tidak dinamakan aborsi menurut kedokteran, tetapi
ia dinamakan dengan kelahiran sebelum waktunya.[4]
|
2
|
Sedangkan, Menstrual Regulation secara harfiah artinya
pengaturan menstruasi atau datang bulan atau haid, tetapi dalam pratek Menstrual
Regulation ini dilaksanakan terhadap wanita yang merasa terlambat waktu
menstruasi dan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratoris ternyata positif dan
mulai mengandung.[7]
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa abortus (pengguguran) adalah berakhirnya suatu
kehamilan oleh akibat-akibat tertentu sebelum buah kehamilan tersebut mampu
hidup di luar kandungan. Sedangkan Menstrual Regulation itu pada
hakikatnya sama yaitu pembunuhan janin secara terselubung yang dilakukan oleh
dokter, dukun bayi, tukang obat dan sebagainya.
B.
Macam-macam Abortus
Ilmu kedokteran membedakan antara abortus yang terjadi
dengan sendirinya atau tanpa kesengajaan, yang disebut abortus spontan (Spontaneus
Abortus) dan abortus yang disengaja (Abortus Procatus/ Inducet Pro
Abortion). Diantara penjelasannya sebagai
berikut:
1.
Abortus
Spontaneus, ialah aborsi yang tidak disengaja.
Abortus spontan bisa terjadi karena terjadi penyakit syphilis, kecelakaan
dan sebagainya.[8]
Disamping itu bisa disebabkan karena keracunan, kaget, terpukul atau penyakit
yang diderita ibu. Akan tetapi penyebab yang paling dominan adalah cacatnya
bibit, yakni telur atau sperma yang tidak sempurna. Dengan demikian, abortus
spontan terjadi dengan sendirinya dan diluar kemampuan orang yang bersangkutan
untuk menghindarnya.[9]
2.
Abortus
Procatus/ Inducet Pro Abortion,
ialah abortus yang disengaja. Abortus ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a.
Abortus
artificialis therapicus, yakni abortus
yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis. Misalnya jika kehamilan
diteruskan bisa membahayakan jiwa si calon ibu, karena misalnya penyakit-penyakit
yang berat, antara lain TBC yang berat dan penyakit ginjal yang berat.
b.
Abortus provocatus
criminalis, ialah abortus yang dilakukan tanpa
dasar indikasi medis. Misalnya abortus yang dilakukan untuk meniadakan hasil
hubungan seks diluar perkawinan atau untuk mengakhiri kehamilan yang tidak
dikehendaki.[10]
C.
Hukum Abortus
Kasus
aborsi/abortus memiliki dua hukum, yaitu hukum Pidana dan Hukum dalam pandangan
Islam. Pembahasannya sebagai berikut:
1.
Menurut Hukum
Pidana
Aborsi
atau abortus menurut hukum pidana, yaitu kejahatan yang dilakukan dengan
suatu perbuatan yang mengakibatkan kandungan lahir sebelum waktunya melahirkan
menurut alam. Pada tindak kejahatan terhadap pengguguran kandungan ini
diartikan juga sebagai pembunuhan anak yang berencana, di mana pada pengguguran
kandungan harus ada kandungan (vrucht) atau bayi (kidn) yang
hidup yang kemudian dimatikan. Persamaan inilah yang juga menyebabkan
tindak pidana penguguran (abortus) dimasukkan ke dalam titel buku II
KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa orang.
Dasar-dasar hukum (pasal-pasal)
yang mengatur tentang abortus, diantaranya: KUHP BAB XIV, kejahatan
terhadap kesusilaan, pasal 281 ayat (1). Pada ayat (2) diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp 9000,-,
barang siapa menawarkan, memberikan untuk terus maupun untuk sementara waktu,
menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambaran atau benda yang melanggar
kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan
kepada seorang yang belum dewasa, dan yang diketahui sepatutnya harus diduga
bahwa umurnya belum 17 tahun, jika isi tulisan, gambaran, benda atau alat itu
telah diketahuinya. Kemudian pada ayat (3) diancam dengan pidana penjara paling
lama empat bulan atau pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda
paling banyak Rp 9000, barang siapa menawarkan,” memberikan untuk terus maupun
untuk sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambaran atau
benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau mengugurkan
kehamilan kepada seorang yang belum dewasa sebagaimana dimaksud dalam ayat
pertama jika ada alasan kuat baginya untuk menduga, bahwa tulisan, gambaran
atau benda yang melanggar kesusilaan atau alat itu adalah alat untuk mencegah
atau menggugurkan kehamilan.[11]
Pasal 346: Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungnnya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.
Pasal 347 (1): Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya diancam dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun. (2): Jika perbuatan itu mengakibatkan
matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 (1): Barang siapa dengan sengaja menggugurkan kandungan
atau mematikan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2): Jika perbuatan itu
mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama
tujuh tahun.
Pasal-pasal tersebut merumuskan dengan tegas tanpa pengecualian
bahwa barang siapa memenuhi unsur-unsur kejahatan tersebut diancam dengan
hukuman sampai lima belas tahun; bahkan bagi dokter, bidan, dan tukang obat
yang melakukan atau membantu melakukan abortus, pidananya bisa ditambah
sepertiga dan bisa dicabut haknya untuk melakukan praktek profesinya. Menurut
Hamzah, ada beberapa alasan yang bisa membenarkan pengguguran kandungan dengan
mempertimbangkan kesehatan antara lain; Pada penjelasan pasal 10 Kode Etik
Kedokteran Indonesia 1983 yang menyatakan, larangan pengguguran kandungan tidak
mutlak sifatnya, dan dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan, yaitu
sebagai satu-satunya jalan untuk menolong si Ibu.[12]
2.
Menurut
Pandangan Islam
Dalam pandangan hukum Islam klasik, tindakan aborsi disepakati
sebagai tindakan yang tidak sejalan dengan semangat Islam. Tindakan aborsi
dianggap kriminalis dan bertentangan dengan hak asasi manusia. Para imam mazhab
berbeda dalam menetapkan kapan tindakan aborsi diharamkan, tetapi secara
prinsip tetap sepakat tentang keharaman menggugurkan kandungan secara sengaja
atau aborsi. Karena itu, mayoritas ulama menetapkan bahwa tindakan aborsi
sesudah ditiupkan ruh pada janin (di atas usia 4 bulan kehamilan) adalah haram
karena tindakan tersebut sama dengan pembunuhan jiwa.[13]
Pembuangan bayi terjadi bila seorang ibu tidak menginginkan
kelahiran bayinya, terjadi akibat berbagai sebab, antara lain adalah hasil
hubungan gelap (selingkuh), perzinaan, dan pemerkosaan. Bila hasil hubungan
seksual itu lahir bayi dan lalu dibuang kemungkinan masalah kejahatannya
hanyalah hubungan etika dan kejahatan yang dipandang tidak terlalu berat bila
bayi itu tidak meninggal. Tetapi menjadi sangat serius bila bayi yang dibuang
itu meninggal, sehingga dipandang sebagai kejahatan berganda, maksudnya
kejahatan pembuangan bayi dan kejahatan membunuh. Dalam Islam membunuh adalah
perbuatan yang dilarang, karena Islam menghormati dan melindungi hak hidup
setiap manusia. Allah berfirman dalam surah Al-Isra: 33 yang berbunyi:
وَلاَ تَقْتُلُوْا النَّفْسَ الَّتِى
حَرَّمَ اللهُ اِلَّا بالْحَقِّ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا
لِوَلِيِهِ سُلْطَنًا فَلَا يُسْرِفِ فِى الْقَتْلِ اِنَّهُ كَانَ مَنْصُوْرًا(٣٣)
Artinya: Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan satu alasan yang benar. Dan barang siapa yang
dibunuh dengan aniaya maka sesunggahnya kami memberikan kuasa (menuntut) bagi
walinya. Janganlah kamu melampaui batas dalam membunuh (pembalasannya),
sesungguhnya dia adalah orang yang rugi.
Islam sangat menghramkan dan
mencegah pengguguran dan pembuangan bayi. Kejahatan ini satu dosa besar karena
membunuh seorang manusia. [14]
Sebagaimana yang telah disebutkan
dalam Q.S. An-Nisa’: 93:
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤمِنًا
مُّتَعَمِّدًا فَجَزَٓأُهُ جَهَنَّمُ خَلِدًا فِيْهَا وَغَضِبَ اللهُ عَلَيْهِ
وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَ بًا عَظِيْمًا(٩٣)
Artinya: “Barangsiapa
dengan sengaja membunuh seorang muslim dengan maksud permusuhan, dan ia
membenarkan tindakaanya itu, maka balasannya adalah nereka jahanam. Ia akan
kekal di dalamnya. Allah pun akan murka kepadanya dan menjauhkannya dari kasih
sayang-Nya. Allah akan menyiapkannya baginya siksa yang sangat pedih di akhirat
nanti. Sebab, pembunuhan merupakan kejahatan terbesar yang ada di dunia.”
Ada beberapa pendapat untuk menghukumi kasus aborsi. Berikut
penjelasnya:
a.
Aliran
yang membolehkannya
Imâm al-Subki berpendapat bahwa pengguguran kandungan
dari hasil perbuatan zina, dibolehkan asal masih berupa nuthfah atau ‘alaqoh,
yaitu sebelum delapan puluh hari. Demikian juga pendapat Imâm al-Ramli dari
kelompok mahzab Syâfi’i. Alasan mereka adalah hadis yang diriwayatkan oleh
Bukhâri dan Muslim tentang penciptaan janin yang berusia 40 hari baru kemudian
ditiupkan ruh. Sedangkan Abû Ishâq al-Marwaei berpendapat bahwa seseorang yang
minum obat untuk menggugurkan kandungannya selama berbentuk ‘alaqah atau
mudghah, maka hal itu dibolehkan.
Demikian pula pendapat kelompok Hanâfiyah yang
membolehkannya secara mutlak. Hal sama juga dikemukakan oleh Abû Bakar Ibn Sa’id
al-Furati dan al-Qalyubi bahwa minum obat untuk menggugurkan kandungan saat
janin masih berbentuk nuthfah atau ‘alaqah, maka hal itu
dibolehkan.[15]
b.
Aliran yang berpendapat makrûh
Menurut pendapat Ibn Rusyd, dari kelompok mahzab
Maliki, jika terjadi pemukulan terhadap wanita yang sedang hamil dan
menyebabkan kematian janinnya, maka sanksinya adalah tidak wajib kafarat tapi
sebaiknya kafarat. Ibn Rusyd berpendapat bahwa pengguguran kandungan dibolehkan jika karena
uzur. Jika tidak, maka hukumnya makrûh.[16]
Sedangkan Muhammad Said Ramadhan al-Bûti menilai
pengguguran kandungan dibolehkan asal ada kesepakatan antara ayah dan ibu si
janin. Karena menurut hukum syara’, seorang ayah bisa sah jika dia
mempunyai anak yang dilahirkan dari istri yang sah. Sedangkan zina tidak mutlak
diperlukan (ayah). Dalam kasus seperti ini, hakim dapat menduduki sebagai ayah
untuk memberi izin dan
pertimbangan. Tapi ia tidak bisa memaafkan dalam masalah qishas meskipun
itu anak zina. Karena ia bertentangan dengan mashlahah. Tetapi
hakim bisa menggantikan dalam keadaan darurat. Alasannya karena air sperma
setelah ke rahim belumlah hidup, tapi mempunyai hukum sebagai manusia hidup,
seperti halnya telur binatang buruan pada waktu Ihrâm.
Oleh sebab itu, ahli tahqîq berkata, “maka kebolehan
mengugurkan kandungan itu harus diartikan karena dalam keadaan uzur, atau
dengan pengertian bahwa ia tidak berdosa seperti dosanya membunuh”.[17]
c.
Aliran yang berpendapat haram
Imâm al-Ghazâli berpendapat
bahwa hukum pengguguran kandungan haram secara mutlak, bahkan sejak bertemunya
sperma laki-laki dan ovum wanita. Pendapat ini didukung Mahmûd Syaltût dan
Yûsuf Qaradhawi. Menurut pendapat ‘Abd al-Rahmân al-Baghdâdi, jika
pengguguran itu dilakukan setelah 40 hari masa kehamilan, yaitu saat mulai
terbentuknya janin, maka hukum pengguguran adalah haram. Sama halnya
pengguguran janin setelah ditiupkan ruh. Sebab, janin yang sedang dalam proses
pembentukan organ-organnya dapat dipastikan sebagai janin yang sedang mengalami
proses terbentuknya manusia sempurna. Alasannya adalah surat al-Mukminûn [23]:
14 yang Artinya: “Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah
Allah, Pencipta yang paling baik.
Dalam arti dari ayat di atas, terutama tentang
kata-kata “Khalqan Âkhar” yang ditakwil dan ditafsirkan bahwa sebelum
membentuk “mahluk lain” memang ada fase-fase tertentu yang secara
bertahap sudah dianggap mempunyai ruh atau suatu kehidupan.[18]
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Abortus
(pengguguran) adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu
sebelum buah kehamilan tersebut mampu hidup di luar kandungan. Sedangkan Menstrual
Regulation itu pada hakikatnya sama yaitu pembunuhan janin secara
terselubung yang dilakukan oleh dokter, dukun bayi, tukang obat dan sebagainya.
2.
Macam-Macam
Abortus antara lain; Abortus Spontaneus, ialah aborsi yang tidak
disengaja. Abortus Procatus/ Inducet Pro Abortion,
ialah abortus yang disengaja.
3.
Hukum Mengenai
Abortus
Para ulama’ juga memiliki perbedaan pendapat, diantaranya
adalah: Sebagian Madzhab Maliki dan Syafi’I berpendapat bahwa melakukan aborsi atau abortus sebelum ditiupkan ruh pada setiap
tahap pertumbuhan janin (al-nuṭfah, al-muḍghah dan al-‘alaqah) adalah haram. Sebagian
Madzhab Hanafi berpendapat bahwa menggugurkan kandungan sebelum janin diberi
nyawa dibolehkan dan janin dipandang bernyawa apabila telah melalui proses
pertumbuhan selama 120 hari. Sebagian ulama al-Hanafī lainnya memandang bahwa
menggugurkan kandungan sebelum berumur 120 hari hukumnya makruh jika tidak ada
uzur. Mazhab al-Hanbalī, sebagaimana dikemukakan oleh Ibn Qudāmah, berpendapat
bahwa perempuan yang menggugurkan kandungannya sebelum membentuk manusia tidak
dikenai sanksi, karena tidak dipandang sebagai janin.
B.
Saran
|
10
|
Jumin, Hasan Basri.
Sains dan Teknologi dalam Islam: Tinjauan Genetis dan Ekologis. Jakarta:
PT. Raja Grafindo, 2012.
Khaeruman,
Badri. Hukum Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Rasyid, Hamdan.
Fiqih Indonesia Himpunan Fatwa-fatwa Aktual. Jakarta: PT al-Mawardi
Prima, 2003.
Zuhdi, Masjfuk.
Masail Fiqiyah. Jakarta: PT Midas Surya Grafindo, 1997.
Alwi, Zulfahmi.
“Abortus Dalam Pandangan Hukum Islam”: Jurnal Studia Islamika Vol. 10,
No. 2 (Desember 2013).
Romli, Dewani.“Aborsi Dalam Perspektif
Hukum Positif Dan Hukum Islam(Suatu Kajian Komparatif): Al-‘Adalah
Vol. X, No. 2 (Juli 2011).
Yusup, A. Markarma.
“Kotroversi Hukum Islam Kontemporer (Kajian Terhadap Aborsi di Bawah Kehamilan
4 bulan)”: Jurnal Studia Islamika Vol. 12, No. 2 (Desember 2015).
[1] Hamdan Rasyid,
Fiqih Indonesia Himpunan Fatwa-fatwa Aktual (Jakarta: PT al-Mawardi
Prima, 2003), 200-201.
[2] Zulfahmi Alwi,
“Abortus Dalam Pandangan Hukum Islam”: Jurnal Studia Islamika Vol. 10,
No. 2 (Desember 2013), 296.
[3] A. Markarma
Yusup, “Kotroversi Hukum Islam Kontemporer (Kajian Terhadap Aborsi di Bawah
Kehamilan 4 bulan)”: Jurnal Studia Islamika Vol. 12, No. 2 (Desember
2015), 310.
[5] Masjfuk Zuhdi,
Masail Fiqiyah (Jakarta: PT Midas Surya Grafindo, 1997), 78.
[6] Badri
Khaeruman, Hukum Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 225.
[7] Ibid., 79.
[8] Ibid.,
[9] Zulfahmi Alwi,
“Abortus Dalam Pandangan Hukum Islam”: Jurnal Studia Islamika Vol. 10,
No. 2 (Desember 2013), 298.
[10] Masjfuk Zuhdi,
Masail Fiqiyah, 78-79.
[11] Dewani Romli, “Aborsi Dalam Perspektif Hukum
Positif Dan Hukum Islam (Suatu Kajian Komparatif)”: Al-‘Adalah Vol. X, No. 2 (Juli 2011), 159.
[12] Masjfuk Zuhdi,
Masail Fiqiyah, 79-81.
[13] A. Markarma Yusup, “Kotroversi Hukum Islam Kontemporer (Kajian
Terhadap Aborsi di Bawah Kehamilan 4 bulan)”: Jurnal Studia Islamika
Vol. 12, No. 2 (Desember 2015), 318.
[14] Hasan Basri
Jumin, Sains dan Teknologi dalam Islam: Tinjauan Genetis dan Ekologis (Jakarta:
PT RajaGrafindo, 2012), 155-156.
[15] Dewani Romli, “Aborsi Dalam Perspektif Hukum
Positif Dan Hukum Islam (Suatu Kajian Komparatif)”: Al-‘Adalah Vol. X, No. 2 (Juli 2011), 161.
[17] Ibid., 162.








Tidak ada komentar:
Posting Komentar