PERAN GURU DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Makalah
Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Etika
dan Profesi Keguruan”
Disusun
Oleh:
Kelompok 7/PAI H
1.
Ali Ma’sum (210315285)
2.
Dwi Lestari (210315260)
3.
Habib Rumpoko (210315265)
Dosen Pengampu:
Nur Rahmi Sonia, M. Pd. I
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
APRIL 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Guru merupakan seseorang yang menjadi panutan semua siswa maupun panutan
masyarakat, karena profesinya tersebut mampu menuntun siswa dari yang belum
tahu menjadi tahu. Dalam menjalankan profesinya terkadang banyak masalah yang
dihadapi baik hal tersebut datang dari siswanya itu sendiri, dari diri sendiri
maupun dari masyarakat. Dengan demikian guru harus mempunyai kemampuan dalam
bimbingan konseling agar mampu membantu memecahkan setiap masalah yang ada
tersebut.
Adapun salah satu masalah yang dihadapi guru bimbingan dan
konseling saat ini adalah dalam menemukan cara yang paling baik dan tepat untuk
memberikan layanan kepada konseli dalam situasi yang semakin kompleks.
Pergeseran nilai dan munculnya pandangan-pandangan baru dalam masyarakat,
terutama setelah reformasi membutuhkan cara pandang baru dalam menangani persoalan.
Masalah HAM, demokrasi dan multikultur yang kritis, globalisasi ekonomi dan
budaya, privatisasi pendidikan telah mempengaruhi sekolah, yang pada gilirannya
akan memperngaruhi kerja guru bimbingan dan konseling atau konselor. Untuk itu
guru bimbingan dan konseling atau konselor sekolah membutuhkan kode etik dalam
menjalankan tugasnya, agar selalu dapat melindungi konseli bahkan dari
penayalahgunaan wewenang yang mungkin saja terjadi dalam kegiatan bimbingan dan
konseling.
Dengan demikian untuk memperjelas pembahasan mengenai kode etik
peranan guru dalam bimbingan dan konseling, makalah ini akan membahas peranan
guru dalam bimbingan dan konseling.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian bimbingan dan konseling?
2.
Bagaimana peranan guru bidang studi dalam layanan akademik?
3.
Bagaimana peranan guru bidang studi dalam sosial?
4.
Bagaimana peranan guru bidang studi dalam pribadi?
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui pengertian bimbingan dan konseling
2.
Untuk mengetahui peran guru bidang studi dalam layanan akademik
3.
Untuk mengetahui peranan guru bidang studi dalam sosial
4.
Untuk mengetahui peranan guru budang studi dalam pribadi
|
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan dua istilah yang sering
dirangkaikan bagaikan kata majemuk. Hal itu mengisyaratkan bahwa kegiatan
bimbingan kadang-kadang dilanjutkan dengan kegiatan konseling. Beberapa ahli
menyatakan bahwa konseling merupakan inti atau jantung hati dari kegiatan
bimbingan. Ada pula yang menyatakan bahwa konseling merupakan salah satu jenis
layanan bimbingan. Dengan demikian dalam istilah bimbingan sudah termasuk di
dalamnya kegiatan konseling. Kelompok yang sesuai dengan pandangan di atas
menyatakan bahwa terminologi layanan bimbingan dan konseling dapat
diganti dengan layanan bimbingan saja.
Untuk memperjelas pengertian kedua istilah terebut, berikut ini
dikemukakan pengertian bimbingan dan
pengertian konseling.[1]
a.
Pengertian bimbingan
Bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan
kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, agar individu tersebut
dapat memahami dirinya sendiri. Moh. Surya seorang pakar bimbingan engungkapkan
bahwa bimbingan adalah suatu proses pember ian bantuan yang terus-menerus dan
sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian
dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri
dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan
lingkungan. Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada seseorang atau
sekelompok orang agar mereka itu dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi
mandiri. Kemandirian ini mencakup lima fungsi pokok yang hendaknya dijalankan
oleh pribadi yang mandiri, yaitu: mengenal diri sendiri dan lingkungannya,
meenerima diri sendiri dan lingkungannya sendiri secara positif dan dinamis,
mengambil keputusan, mengarahkan diri dan mewujudkan diri.
|
b.
Pengertian konseling
Sedangkan konseling merupakan terjemah dari counseling,
yaitu bagian dari bimbingan, baik sebagai pelayanan maupun sebagai teknik.
Pelayanan konseling merupakan jantung hati dari usaha layanan bimbingan secara
keseluruhan. Rochman Natawidjaja mendefinisikan bahwa konseling adalah satu
jenis pelayanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Konseling dapat
diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua orang individu, dimana yang
seorang (yaitu konselor) berusaha membantu yang lain (yaitu konseli) untuk
mencapai pengertian tentang dirinya sendiri daalam hubungan dengan
masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang. Menurut prayitno,
mengemukakan konseling adalah pertemuan empat mata antara konseli dan konselor
yang berisi usaha yang laras, unik dan manusiawi yang dilakukan dalam suasana
keahlian dan yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku.
Dengan membandingkan ketiga pengertian tentang konseling seperti
yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik suatu pengertian bahwa konseling
adalah suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan empat mata atau supaya upaya
bantuan yang dilaakukan dengan empat mata atau tatap muka antara konselor dan
konseli yang berisi usaha yang laras dan unik dan manusiawi yang dilakukan
dalam suasana keahlian dan yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku. Agar
konseli memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri dalam memperbaiki
tingkah lakunya pada saat ini dan mungkin pada masa yang akan datang. [3]
Jadi dari penjelasan diatas dapat ditarik pengertian bimbingan dan
konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun
kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam bimbingan
pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan
kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku.[4]
B.
Peranan Guru Bidang Studi dalam Layanan Akademik
Perkembangan ilmu dan teknologi dan disertai dengan perkembangan
sosisal budaya yang berlangsung deras dewasa ini, menyebabkan peranan guru
semakin meningkat dari sebagai pengajar menjadi sebagai pembimbing (konselor). Guru
sebagai pembimbing (konselor), dituntut untuk mengadakan pendekatan bukan saja
melalui pendekatan instruksional akan tetapi dibarengi dengan pendekatan yang
bersifat pribadi (personal approach) dalamm setiap belajar mengajar
berlangsung. Dengan pendekatan pribadi semacam ini guru akan secara langsung
mengenal dan memahami peserta didiknya secara lebih mendalam sehingga dapat
membantu dalam keseluruhan proses belajarnya. Sesuai dengan peran guru sebagai
pembimbing (konselor) adalah ia diharapakan akan dapat merespon segala masalah tingkah
laku yang terjadi dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu guru harus
dipersiapkan agar:
(a)
Dapat menolong peserta didik memecahkan masalah-masalah yang timbul
antara peserta didik dengan orang taunnya.
(b)
Bisa memperoleh keahlian dalam membina hubungan yang manusiawi dan
dapat mempersiapkan untuk berkomunikasi dan bekerja sama dengan bermacam-macam
manusia.
Pada akhirnya guru akan memerlukan pengertian tentang dirinya
sendiri, baik motivasi, harapan, prasangka maupun keinginannya. Semua hal itu
akan memberikan pengaruh pada kemampuan guru dalam berhubungan dengan orang
lain, terutama siswa.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru sebagai pembimbing
(konselor) sekaligus berperan sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar,
guru diharapkan mampu untuk:
(1) Memberikan berbagai informasi yang diperlukan dalam proses belajar mengajar.
(2) Membantu setiap
siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya.
(3) Mengevalusi
keberhasilan setiap langkah kegiatan yang telah dilakukannya.
(4) Memberikan kesempatan
yang memadai agar setiap siswa dapat belajar sesuai dengan karakteristik pribadinya.
(5) Mengenal dan
memahami setiap siswa baik secara individual maupun secara kelompok. [5]
Bimbingan
dan konseling yang dilaksanakan di sekolah harus melayani semua anak didik.
Dalam pelayanan ini tidak memandang umur, jenis kelamin, agama. Suku, dan
status sosial maupun ekonomi dari pribadi anak didiknya. Meskipun terhadap anak
yang masih duduk di kelas satu,misalkan seorang guru yang memberikan bimbingan
dan konseling harus melayaninya dengan baik. Pelayanan bimbingan dan konseling
di sekolah harus memperhatikan kondisi psikologis dan lingkungan sosial anak
didik. Hal ini penting karena bimbingan dan konseling berhubungan dengan
hal-hal yang berkaitan dengan kondisi psikologis anak didik untuk menyesuaikan
dengan lingkungan sosial, baik itu penyesuaian diri ketika di rumah, disekolah,
atau dilingkungan tempat tinggal dalam bermasyarakat sanat terkait dengan
keberhasilan perserta didik dalam proses belajar mengajar.[6]
C.
Peranan Guru Bidang Studi dalam Sosial
Bidang sosial keagamaan, ini merupakan layanan bimbingan dan
konseling untuk membantu siswa dalam proses sosialisasi untuk menganal
lingkungan dan berhubungan dengan lingkungan yang dilandasi budi pekerti.
Pokok-pokok materinya antara lain:
a.
Pengembangan kemampuan komunikasi.
b.
Pengembangan kemampuan bertingkah laku sesuai norma dan agama.
c.
Pengembangan hubungan yang dinamis.
d.
Pengenalan dan pemahaman peraturan dan tuntutan sekolah, rumah dan
lingkungan.
Disinilah peran guru agama untuk menjadikan Islam sebagai sumber
utama yang berperan membentuk pribadi seorang muslim yang baik. Dengan
berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah, Islam mengarahkan dan membimbing manusia
ke jalan yang diridhoiNya dengan membentuk kepribadian yang berakhlak karimah.
Dengan pendeketan Islami, maka pelaksanaan konseling akan mengarahkan klien
kearah kebenaran dan juga dapat membimbing dan mengarahkan hati, akkal dan
nafsu manusia untuk menuju kepribadian yang berakhlak karimah yang telah
terkristalisasi oleh nilai-nilai ajaran agama Islam. Dan ini perlu diperhatikan
oleh seorang guru untuk menunjang kesuksesan pendidikan Islam disekolah maupun
madrasah dalam melaksanakan bimbingan dan konseling untuk mengentaskan berbagai
permasalahan yang dihadapai oleh peserta didik serta mengarahkannya untuk
membentuk insan kamil yang memiliki kepribadian berakhlak karimah.[7]
Tugas
guru dalam layanan bimbingan tidak terbatas dalam kegiatan proses
belajar-mengajar atau dalam kelas saja, tetapi juga kegiatan-kegiatan bimbingan
di luar kelas. Tugas-tugas bimbingan itu antara lain:
1)
Memberikan pengajaran perbaikan (remidial teaching).
2)
Memberikan pengayaan dan pengembangan bakat siswa.
3)
Melakukan kunjungan rumah (home visit).
4)
Menyelenggarakan kelompok belajar, yang bermanfaat untuk:
a.
Membiasakan anak untuk bergaul dengan teman-temannya, bagaimana
mengemukakan pendapatnya dan menerima pendapat dari teman lain.
b.
Merealisasikan tujuan pendidikan dan pengajaran melalui belajar
secara kelompok.
c.
Mengatasi kesulitan-kesulitan, terutama dalam hal pelajaran secara
bersama-sama.
d.
Belajar hidup bersama agar nantinya tidak canggung dalam masyarakat
yang lebih luas.
e.
Memupuk rasa kegotongroyongan.
Beberapa contoh kegiatan tersebut memberikan bukti bahwa tugas guru
dalam kegiatan bimbingan sangat penting. Kegiatan bimbingan tidak semata-mata
tugas konselor saja. Tanpa peran serta guru, pelaksanaan bimbingan dan
konseling di sekolah tidak dapat terwujud secara optimal.[8]
Guru sering disebut sebagai pemimpin masyarakat (social leader) dan
pekerja sosial (social worker), khususnya dalam masyarakat paguyuban. Dalam
masyarakat pedesaan, sebagai misal, guru sering didudukkan pada status sebagai
sumber pengetahuan, ketika media informasi masih amat terbatas. Dalam
masyarakat paguyuban, antara satu warga yang satu dengan warga yang lain masih
terikat perasaan kebersamaan yang amat kental, dan guru sering menduduki posisi
sebagai tokoh yang diteladani oleh warga masyarakat. Ia menjadi satu-satunya
sumber informasi dan sumber ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, guru sering
dipandang menjadi sosok yang digugu dan ditiru.
Dalam masyarakat paguyuban seperti inilah telah lahir pepatah dan
petitih bahwa 'guru kencing berdiri, murid kencing berlari, karena apa yang
dilakukan oleh guru akan menjadi contoh bagi warga masyarakat. Dalam masyarakat
tradisional di Indonesia dikenal sebutan yang menggambarkan sosok guru sebagai
pemimpin masyarakat, seperti tuan guru' dan 'mantri guru'.
Status guru sebagai pemimpin masyarakat ini memang tidak selalu
diimbangi dengan dan ekonomi. Tidak sedikit guru yang masih dapat
mempertahankan statusnya sebagai pemimpin sosial, meski kondisi sosial
ekonominya tidak mendukung. Guru bekerja di sekolah kecil di lembah Sungai
Kahayan, Kalimantan Tengah, atau di Tanah Merah, Papua, sebagai contoh, atau
beberapa daerah di tanah air, sedikit dari mereka yang masih mau mempertahankan
statusnya sebagai pemimpin masyarakat. Hanya semangat mengabdilah yang membuat
mereka tetap bertahan dan teguh pendirian untuk menjadi seorans guru. Guru-guru
seperti inilah yang sebenarnya harus memperoleh penghargaan sebagai tokoh
sejati masyarakat.[9]
Status guru seperti itu cepat atau lambat mulai bergeser, karena
adanya perubahan dan perkembangan dari masyarakat paguyuban menjadi masyarakat
patembayan. Dalam masyarakat patembayan, hubungan antara satu warga dengan
warga yang lain dalam masyarakat lebih karena kepentingan, bukan karena
kebersamaan. Dalam masyarakat perkotaan, sebagai contoh, antara warga yang satu
dengan warga yang lain tidak banyak saling mengenal. Bahkan, warga yang
bertetangga sekalipun ada yang tidak saling kenal. Guru, menjadi sosok yang
kurang dikenal dalam masyarakat patembayan karena sumber dan media informasi
dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, bukan semata-mata dari ketokohan
seorang guru. Media televisi dan radio, internet, dan media cetak telah merasuk
dalam masyarakat yang semakin maju. Dalam masyarakat seperti ini, dengan hiruk
pikuk profesi terdapat profesi profesi lain yang lebih bergengsi dengan status
yang lebih tinggi. Status guru dipandang sebagai profesi yang kurang dihargai,
karena adanya pergeseran pandangan masyarakat ke arah yang bersifat
materialistis.
Dalam masyarakat patembayan, warga masyarakat memandang guru dari
aspek hubungan karena untung rugi. Warga masyarakat mau membayar guru untuk
melaksanakan tugasnya sebagai pengajar, karena guru telah melaksanakan tugas
dan fungsinya, yakni mengajar anak-anaknya, baik di sekolah maupun dengan
mendatangkan guru itu ke rumahnya. Dalam konteks ini, guru lebih dipandang
menjadi subordinasi dari orang tua dan masyarakat. Guru dianggap sebagai orang
gaji, yang harus mengikuti apa yang dikehendaki oleh orang tua dan masyarakat
yang memandang dirinya sebagai majikan. Dari fenomena ini muncul istilah guru
sebagai orang yang wagu tur kuru, yang oleh permusik kondang Iwan Fals diberi
nama Guru Oemar Bakri. Guru seperti ini dipandang secara terhormat tidak dari
aspek moralnya, dari aspek material dan finansial, dengan sepeda dan tas butut
sebagai atribut yang dipandang amat rendah oleh masyarakat. Oleh karena itu,
penghargaan dan perlindungan terhadap guru dalam kehidupan masyarakat yang
serba materialistis menjadi suatu hal yang amat memprihatinkan, sebagaimana
menjadi keprihatinan lwan Fals dalam tajuk lagu 'Oemar Bakri'.[10]
OEMAR BAKRI
Tas hitam dari kulit
buaya
Selamat pagi,
berkata Oemar Bakri
Ini hari aku rasa
kopi nikmat sekali
Tas hitam dari kulit
buaya
Mari kita pergi
Memberi pelajaran
ilmu pasti
Itu murid bengalmu
mungkin sudah menunggu
Laju sepeda kumbang
di jalan berlubang
Slalu begitu dari
dulu waktu zaman Jepang
Terkejut dia waktu
mau masuk pintu gerbang
Banyak polisi bawa
senjata berwajah garang.
Bapak Oemar Bakri
kaget apa gerangan
Berkelahi pada waktu
itu seperti jagoan
Bapak Oemar Bakri
takut bukan kepalang
Itu sepeda butut
dikebut lalu cabut
Kalang kabut cepat
pulang
Buset... standing
dan terbang
Oemar Bakri, Oemar
Bakri
40 tahun mengabdi
Jadi guru jujur
berbakti
Memang makan hati
Oemar Bakri banyak
ciptakan menteri
Oemar Bakri,
profesor, doktor, insinyur pun jadi
Tapi mengapa gaji
guru Oemar Bakri seperti dikebiri
www iwan fals com
Jika dahulu profesi
guru masih memiliki daya tawar yang cukup tinggi, kini tidak lagi demikian.
Konon, untuk menjadi calon menantu, dahulu orang tua masih melirik kepada guru.
Sebaliknya, jika sekarang orang tua yang akan memberikan hukuman kepada anak
gadisnya, maka ia akan mengancam anak gadisnya untuk dikawinkan dengan guru.[11]
Dewasa ini, hampir
semua hal diukur dari aspek materi, sebagaimana yang terdapat dalam masyarakat
patembayan. Selain itu, sistem nilai sosial dalam masyarakat lebih bersifat
individualistis dan serba materialistis. Muncullah fenomena cewek matre',
'cewek bensin', mertua matre', dan sebutan lain yang sifatnya mementingkan
materi. Ketika fenomena yang berlaku seperti ini, maka posisi guru tidak
termasuk ke dalam kelompok sosial yang memperoleh penghargaan yang cukup
berarti, karena guru dipandang tidak memiliki apa apa yang terkait dengan
materi.
Terkait dengan hal
ini, maka ketika seorang lulusan SLTA diminta untuk memasuki pendidikan guru,
maka pilihan itu menjadi pilihan kedua, setelah pilihan pertamanya tidak
diterima.
Kapan kamu ujian?" tanya seorang
paman kepada keponakannya, Si Fulan.
InsyaAllah, bulan Juni yang akan datang
paman, doa restu ya paman, jawab Si Fulan dengan rasa hormat.
"Bagaimana kemajuan belajarmu selama
ini? Terus mau melanjutkan kemana setelah lulus?" lanjut pamannya
Alhamdulillah, menduduki peringkat
pertama terus paman. InsyaAllah kalau lulus saya akan tes kedokteran, jawab si
fulan masih dengan hormatnya Sang Paman mengangguk-anguk kecil tanda mengerti.
Percakapan kecil
tersebut memberikan gambaran bahwa profesi kedokteran jauh lebih diminati
dibandingkan dengan profesi guru. Dengan kata lain, profesi guru tidak menjadi
pilihan menarik. Akibatnya, profesi guru terpaksa diisi oleh lulusan yang
kualitasnya hanya berada di kelas dua ditinjau dari aspek intelektualnya.
Akibatnya Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) tidak dapat
menghasilkan calon guru yang berkualitas Jika kemudian gurunya berasal dari
calon mahasiswa kelas dua, maka bagaimana dengan peserta didik yang dihasilkan?
Kembali kita dihadapkan dengan kata-kata bijak dari seorang ahli hukum yang
mutiara katanya dapat diubah menjadi berilah aku guru yang baik, yang dengan
kurikulum yang jelek sekali pun akan dapat dihasilkan lulusan yang baik. Dalam
kehidupan sosial, guru dipandang sebagai salah satu tokoh masyarakat yang cukup
terpandang dalam masyarakatnya. Bahkan secara makro, dalam masyarakat yang
kurang menghargai guru akan tampak pula dalam komitmennya terhadap dunia
pendidikan pada umumnya, termasuk komitmen untuk menaikkan anggaran untuk
pendidikan.[12]
D.
Peranan Guru Bidang Studi dalam Pribadi
Dilihat dari
segi dirinya (self oriented), seorang guru harus berperan sebagai berikut.
1.
Petugas sosial, yaitu seorang yang harus membantu untuk kepentingan
masyarakat. Dalam kegiatan-kegiatan masyarakat guru senantiasa merupakan
petugas-petugas yang dapat dipercaya untuk berpartisipasi di dalamnya.
2.
Pelajar dan ilmuawan, yaitu senantiasa terus menerus menuntut ilmu
pengetahuan. Dengan berbagai cara setiap saat guru senantiasa belajar untuk
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan.
3.
Orang tua, yaitu mewakili orang tua murid di sekolah dalam
pendidikan anaknya. Sekolah merupakan lembaga pendidikan sessudah keluarga,
sehingga dalam arti luas sekolah merupakan keluarga guru berperan sebgai orang
tua bagi siswa-siswanya.
4.
Pencari teladan, yaitu yang senantiasa mencarikan teladan yang baik
untuk siswa bukan untuk seluruh masyarakat. Guru menjadi ukuran bagi
norma-norma tingkah laku.
5.
Pencari kemananan, yaitu yang senantiasa mencarikan rasa aman bagi
siswa. Guru menjadi tempat berlindung bagi siswa-siswa untuk memperoleh rasa
aman dan puas di dalamnya.[13]
Layanan bimbingan pribadi adalah berupaya membantu siswa menemukan
dan memahami serta mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, mandiri, aktif, kreatif serta sehat jasmani dan rohani.
Bimbingan ini meliputi pokok-pokok materi antara lain: 1) penanaman sikap dan
kebiasaan, 2) pengenalan dan pemahaman tentang kekuatan didi sendiri, 3)
pengenalan tentang bakat dan minat, 4) pengenalan dan pemahaman tentang
kelemahan dan penanggulangannya, 5) pengembangan kemampuan mengambil keputusan,
6) perencanaan dan penyelanggaraan hidup sehat. [14]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta
didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang
secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui
berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang
berlaku.
2.
Peran Guru bidang studi dalam layanan akademik. Perkembangan ilmu
dan teknologi dan disertai dengan perkembangan sosisal budaya yang berlangsung
deras dewasa ini, menyebabkan peranan guru semakin meningkat dari sebagai
pengajar menjadi sebagai pembimbing (konselor). Guru sebagai pembimbing
(konselor), dituntut untuk mengadakan pendekatan bukan saja melalui pendekatan
instruksional akan tetapi dibarengi dengan pendekatan yang bersifat pribadi (personal
approach) dalamm setiap belajar mengajar berlangsung.
3.
Peran guru dalam sosial. Tugas seorang guru tidak hanya sebagats di
dalam kelas saja akan tetapi juga di luar kelas seperti di masyarakat. Guru sering disebut sebagai pemimpin masyarakat (social leader) dan
pekerja sosial (social worker), khususnya dalam masyarakat paguyuban.
4.
Peran guru dalam pribadi. Layanan bimbingan pribadi adalah berupaya
membantu siswa menemukan dan memahami serta mengembangkan pribadi yang beriman
dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mandiri, aktif, kreatif serta sehat
jasmani dan rohani.
|
DAFTAR PUSTAKA
A.,
Hallen, Bimbingan dan Konseling .
Ciputat: PT Ciputat Press, 2005.
Juni Priansa,
Donni, Kinerja dan Profesionalisme Guru . Bandung: Alfabeta, 2014.
Ridwan,
Amin, Peran Guru Dalam Bimbingan Konseling Siswa Sekolah Dasar, Risalah
Jurnal Pendidikan dan Studi Islam volume. 4, Number. 1, Desember 2017.
Soetjipto
dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan . Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Sukardi, Dewa Ketut dan Desak P. E. Nila Kusmawati, Proses
Bimbingan dan Konseling di Sekolah . Jakarta: Asdi Mahasatya, 2008.
Suparlan,
Guru Sebagai Profesi. Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2006.
Usman,
Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009.
[1] Hallen A., Bimbingan
dan Konseling (Ciputat: PT Ciputat Press, 2005), Cet. Ke-3, 4.
[2] Dewa Ketut
Sukardi dan Desak P. E. Nila Kusmawati, Proses Bimbingan dan Konseling di
Sekolah (Jakarta: Asdi Mahasatya, 2008), 1-5.
[3] Ibid.
[4] Donni Juni
Priansa, Kinerja dan Profesionalisme Guru (Bandung: Alfabeta, 2014), 99.
[6] Amin Ridwan, Peran
Guru Dalam Bimbingan Konseling Siswa Sekolah Dasar, Risalah Jurnal
Pendidikan dan Studi Islam volume. 4, Number. 1, Desember 2017, 5.
[7] Ibid.,
11.
[8] Soetjipto dan
Raflis Kosasi, Profesi Keguruan (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 110.
[9] Suparlan, Guru
Sebagai Profesi (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2006) 24-25.
[10] Ibid.,
25-26.
[11] Ibid.,
26-27.
[12] ibid.,
27-28.
[13] Moh. Uzer
Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), 13.








Tidak ada komentar:
Posting Komentar