Blog masa kini yang berisi kontent inspiratif

MAKALAH 6 - Psikologi Dakwah - INTERAKSI SOSIAL DALAM DAKWAH

INTERAKSI SOSIAL DALAM DAKWAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Psikologi Dakwah
Dipresentasikan pada Kamis, 12 April 2018

Description: Description: LOGO
Disusun oleh : Kelompok 6
1.        Rista Hasanatul Fadillah  (210315293)
2.        Siti Khasanah                                 (210315287)

Kelas PAI.H

Dosen Pengampu :
Sunartip, M.Sy.

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
APRIL 2018
BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Masalah
Allah telah mewajibkan bagi segenap umat muslim untuk melaksanakan dakwah dalam masyarakat di berbagai lapisan dengan memperhatikan beberapa faktor yang melingkupinya. Faktor-faktor tersebut tentunya meliputi seluruh unsur kegiatan dakwah yaitu subyek dakwah, obyek dakwah, materi dakwah, media dan metode dakwah yang digunakan. Namun dalam prosesnya faktor tersebut memerlukan adanya sistem interaksi dan komunikasi secara konsisten, sistematis dan terarah.
Meskipun demikian, nampaknya proses kegiatan dakwah sering   mengabaikan pentingnya interaksi yang harmonis antara unsur-unsurnya, sehingga mengakibatkan proses berdakwah hanya sebatas  pada penyampaian ajaran Islam yang tidak mampu menyentuh aspek afektif sasaran dakwah. Hal ini dapat dilihat dari berbagai proses aktifitas kegiatan dakwah Islam yang dilakukan di lingkungan komunitas muslim. Dakwah terkesan berjalan seadanya, tanpa adanya perencanaan dan pengorganisasian yang matang.
Oleh karena itu perlu adanya interaksi sosial secara simultan yang akan menciptakan hubungan yang harmonis antara pelaku dan sasaran dakwah, sehingga akan mempermudah penafsiran pada perilaku orang lain, perasaan apa yang terlibat, kemudian respon dan reaksi apa yang terbentuk. Oleh sebab itu maka diperlukan pemahaman  lebih dalam mengenai peran interaksi sosial dalam proses berdakwah.
B.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari interaksi soaial?
2.      Apa saja faktor dasar interaksi sosial?
1
 
 

BAB II
PEMBAHASAN

A.       Pengertian Dari Interaksi Soaial
Manusia sebagai makhluk sosial (homo socius), tidak mungkin lepas dari pengaruh lingkungannya, dengan kata lain berbicara interaksi sosial, akan menjawab pertanyaan: bagaimana individu itu berhubungan dengan lingkungannya? Sehingga akan lebih jauh mengkaji, menganalisis “manusia sebagai mahkluk sosial”. Begitu pula membahas social interaction, tentu melibatkan proses penyesuaian diri. [1]
Penyesuaian diri dalam artinya yang pertama disebut penyesuaian diri autoplastis (auto=sendiri, plastis=dibentuk), sedangkan penyesuaian diri yang kedua juga disebut penyesuaian diri yang alloplastis (allo = yang lain). Jadi, penyesuaian diri ada yang bersifat “pasif”, dimana kegiatan kita ditentukan oleh lingkugan, dan ada yang sifatnya “aktif”, dimana kita atau manusia mempengaruhi lingkungan.[2]
H. Bonner mendefinisikan interaksi sosial sebagai sebuah bentuk atau suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana tingkah laku individu yang satu memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya.[3]
2
 
Kalau kita kaitkan dengan dakwah, maka dalam dakwah dikenal istilah personal approach atau “dakwah face to face”, sehingga terjadi proses pengaruh – mempengaruhi antara da’i dan mad’u atau sebaliknya. Begitu pula ada istilah general approach atau dakwah secara umum seperti pengajian misalnya, maka disini terjadi proes pengaruh mempengaruhi antara da’i dengan mad’u dalam kelompok sosial.[4]
Sebenarnya interaksi sosial dalam dakwah tidak dapat dilepaskan dari sifat dasar manusia. Di mana, pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang bergantung. Manusia tidak bisa hidup secara mandiri dan pasti membutuhkan orang lain untuk mengatasi kendala yang ada dalam kehidupannya sehingga manusia biasa disebut sebagai  makhluk  sosial. Dalam menjalani kehidupan sosial tersebut, seseorang memerlukan sebuah fasilitas serta cara untuk membantunya mempermudah dirinya untuk masuk pada ranah sosial tersebut. Interaksi dan komunikasi, merupakan ungkapan yang kemudian dapat menggambarkan  cara serta komunikasi  tersebut. Dikarenakan  secara umum interaksi merupakan  kegiatan yang memungkinkan  terjadinya sebuah hubungan antara seseorang dan orang lain, yang kemudian diaktualisasikan melalui praktek komunikasi.[5]
Dakwah sebagai satu aktivitas penyampaian pesan ajaran islam tentu membutuhkan fasilitas serta cara yang mudah diterima oleh umat. Pada wilayah ini tentu komunikasi dan proses interaksi perlu mendapat perhatian yang serius. Secara umum interaksi merupakan kegiatan yang memungkinkan terjadinya hubungan timbal balik antara seorang komunikator (da’i) dan komunikan (mad’u) melalui aktualisasi praktek komunikasi   dakwah   (tabligh).[6]    Aspek   ini   tentu   akan melibatkan keterkaitan dalam rangka pemetaan umat serta memahami secara mendalam apa yang menjadi kebutuhan sasaran dakwah.
B.       Faktor Dasar Interaksi Sosial
Berjalan tidaknya interaksi sosial, walaupun dalam bentuknya yang paling sederhana, yakni dua orang yang saling pengaruh-mempengaruhi dalam dakwah, tetap merupakan suatu proses yang sangat kompleks sekali. Ada 4 faktor dasar dalam interaksi sosial, yaitu:
1.     Imitasi
Imitasi merupakan faktor dasar interaksi sosial yang menyebabkan keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku. Proses imitasi sendiri merupakan proses mencontoh, meniru dan ikut-ikutan. Proses imitasi diawali dengan timbulnya suatu gagasan (keyakinan baru) dalam masyarakat sebagai perangsang pikiran. Gagasan itu kemudian dirumuskan oleh individu menjadi ide baru, ide baru ini lalu diimitási dan disebarkan orang dan terjadi secara bergelombang.[7]
Imitasi merupakan proses belajar manusia dalam masyarakat sebagai pross mematangkan kepribadiannya. Misalnya, kita tempatkan seorang anak belajar berbicara. Mula-mula ia akan mengimitasi kata-kata “ba-ba atau la-la”, guna melatih fungsi lidah. Kalau proses ini kita kaitkan dengan proses dakwah pada anak di keluarga, maka faktor teladan dari orang tua sangat kuat pengaruhnya. Dalam proses dakwah, faktor imitasi harus mendapatkan porsi perhatian yang serius dengan mencontoh teladan atau sikap dari orang maka akan lebih memiliki nilai positif (positive value).[8]
Imitasi memiliki nilai positif untuk mendorong individu atau  kelompok melaksanakan perbuatan baik. sedangkan sisi negatifnya apabila hal-hal yang diimitasi adalah hal-hal yang salah, maka dapat menimbulkan terhambatnya perkembangan pemikiran, dan rendahnya kemampuan kritis.[9]
2.     Sugesti
Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya dengan interaksi sosial hampir sama. Bedanya ialah bahwa dalam imitasi itu orang yang satu mengikuti sesuatu yang ada di luar dirinya, sedangkan pada sugesti seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain di luarnya. Dengan harapan orang yang sugesti itu menerima pesan tanpa kritik terlebih dahulu. Sehingga sugesti bukan bersifat rasional akan tetapi lebih mendahulukan rasa.[10]
Sugesti dalam ilmu jiwa sering diartikan sebagai proses dimana individu menerima cara pandang tingkah laku sebagai akibat suatu rangsangan yang dapat mengendurkan atau menguatkan sikap, perhatian atau keinginan. Ada beberapa kendala yang mengakibatkan orang mudah terkena sugesti diantaranya karena adanya hambatan berfikir, keadaan pikiran yang terpecah belah, mayoritas, otoritas dan wiil to believe.[11]
Sugesti merupakan proses mempengaruhi orang lain dengan tujuan, tingkah laku, sikap, pendapat supaya identik dengan kita. Begitu pula dakwah dengan tujuan, agar mad’u itu mengikuti jalan yang islamis.[12]
3.     Identifikasi
 Proses identifikasi merupakan situasi di mana seseorang memiliki kecenderungan untuk menjadi identik (sama) dengan orang  lain yang dianggapnya ideal atau cocok dalam lapisan tertentu.[13]
Sebagai ilustrasi, bagi seorang anak, sang ayah adalah refleksi sifat kejantanan, kewibawaan, dan kepemimpinan. Sedang sang ibu adalah idola dari perwujudan kelembutan dan kasih sayang. Dengan demikian metode keteladanan dalam dakwah mutlak sifatnya, sebab orang lain akan lebih dahulu melihat tindak-tanduk dan perilaku kita.[14]
Oleh karena itu menjadi kewajiban orang tua untuk memberi contoh yang baik dan bertanggung jawab kepada anggota keluarganya, sebab ia sebagai model identifikasi. Begitu pula dalam dakwah, da’i merupakan the best example dalam lingkungan masyarakatnya.[15]
4.     Simpati
Simpati dirumuskan sebagai perasaan tertarik terhadap orang lain, seperti halnya proses identifikasi, simpati timbul tidak atas dasar logis rasionalis, melainkan penilaian   perasaan. Perbedaannya dengan identifikasi terletak pada proses kesadaran bagi diri  manusia yang merasa simpati terhadap orang lain. Hubungan simpati merupakan hubungan kerjasama atara dua orang atau lebih yang  setaraf.  Dengan  adanya  simpati  dapat  diperoleh saling pengertian yang mendalam.[16]
Apabila seorang da’i memiliki kepribadian yang menarik, dimungkinkan terjadi atau timbul rasa simpati pada mad’u. Prof. Dr. Hamka menulis: ”Apabila seorang da’i memiliki kepribadian yang menarik akan berhasillah dakwahnya, dan sebaliknya jika dia mempunyai kepribadian yang tidak menarik hati , yang tidak mempunyai daya tarik, pastilah pekerjaan-pekerjaannya akan gagal.”[17]
Interaksi yang terbentuk  dari masing-masing unsur dakwah pada hakikatnya bertujuan untuk mempengaruhi objek atau mad’u, sehingga membawa perubahan sikap dan perilaku sesuai  dengan  tujuan  dakwah  yaitu  mencapai  kebahagian dunia dan akhirat.[18] Dasar-dasar interaksi sosial (imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati) dapat diterapkan dalam proses berdakwah dengan benar-benar memahami dan mengerti kondisi sasaran dakwah dari segi umur, geografis, pendidikan dan lain-lain. Dengan demikian, maka da’i dituntut untuk dapat menyebarkan (mensosialisasikan) serta menarik perhatian sasaran dakwah agar mereka mencontoh ide serta tindakan da’i yang sesuai dengan ajaran Islam.[19]















BAB III
KESIMPULAN

1.    Interaksi sosial merupakan sebuah bentuk atau suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana tingkah laku individu yang satu memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Secara umum interaksi merupakan kegiatan yang memungkinkan terjadinya hubungan timbal balik antara seorang komunikator (da’i) dan komunikan (mad’u) melalui aktualisasi praktek komunikasi dakwah (tabligh).
2.    Ada 4 faktor dasar dalam interaksi sosial, yaitu:
a.    Imitasi
Imitasi merupakan faktor dasar interaksi sosial yang menyebabkan keseragaman dalam pandangan dan tingkah laku. Proses imitasi sendiri merupakan proses mencontoh, meniru dan ikut-ikutan.
b.    Sugesti
Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya dengan interaksi sosial hampir sama. Bedanya ialah bahwa dalam imitasi itu orang yang satu mengikuti sesuatu yang ada di luar dirinya, sedangkan pada sugesti seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain di luarnya.
c.     Identifikasi
Proses identifikasi merupakan situasi di mana seseorang memiliki kecenderungan untuk menjadi identik (sama)  dengan  orang  lain  yang  dianggapnya  ideal  atau cocok dalam lapisan tertentu.
d.    Simpati
Simpati dirumuskan sebagai perasaan tertarik terhadap orang lain, seperti halnya proses identifikasi, simpati timbul tidak atas dasar logis rasionalis, melainkan penilaian   perasaan.
8
 
 

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Nur. Komunikasi Sebagai Proses Interaksi dan Perubahan Sosial dalam Dakwah. Jurnal At-Tabsyir, Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2014.
Ahmadi, Abu. Psikologi Sosial. Jakarta:Rieneke Cipta,1986.
Arifin, HM. Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Ruhaniyah Manusia. Jakarta:Bulan Bintang, 1976.
Faizah Dkk. Psikologi Dakwah. Jakarta: Prenata Media, 2001.
Gerungan, WA. Psikologi Sosial. Bandung: PT. Eresco, 1988.
Hasanah, Hasyim. Efektivitas Interaksi Sosial dan Unsur Dakwah dalam Kegiatan Dakwah. Jurnal At-Taqaddum, Vol. 4, No.2, Nopember 2012.
Ilahi, Wahyu. Komunikasi Dakwah. Bandung: Remaja Rosdakarya,2010.
Jumantoro, Totok. Psikologi Dakwah : dengan aspek-aspek kejiwaan yang Qur’ani. Jakarta: Amzah, 2001.
Maqfirah. Mujadalah menurut al-Qur’an: Kajian Metodologi Dakwah. Jurnal al-Bayan, Vol.20, No.29, Januari-Juni 2014.
Tasmara, Totok. Komunikasi Dakwah. Jakarta:Gaya Media Pratama, 1987.



[1] Totok Jumantoro, Psikologi Dakwah : dengan aspek-aspek kejiwaan yang Qur’ani (Jakarta: amzah, 2001), hlm 84.
[2] Ibid.,
[3]Maqfirah, Mujadalah menurut al-Qur’an: Kajian Metodologi Dakwah, Jurnal al-Bayan, Vol.20, No.29, Januari-Juni 2014, hlm 117.
[4] Jumantoro, Psikologi, hlm 85.
[5] Nur Ahmad, Komunikasi Sebagai Proses Interaksi dan Perubahan Sosial dalam Dakwah, Jurnal At-Tabsyir, Vol. 2, No. 2, Juli-Desember 2014, hlm 27.
[6] Wahyu Ilahi, Komunikasi Dakwah (Bandung: Remaja Rosdakarya,2010), hlm. 13.
[7] HM Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Ruhaniyah Manusia (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm 69.
[8] Jumantoro, Psikologi, hlm 85-86.
[9] WA Gerungan, Psikologi Sosial (Bandung: PT. Eresco, 1988), hlm 9.
[10] Jumantoro, Psikologi, hlm 87-88.
[11] Hasyim Hasanah, Efektivitas Interaksi Sosial dan Unsur Dakwah dalam Kegiatan Dakwah, Jurnal At-Taqaddum, Vol. 4, No.2, Nopember 2012, hlm 90.
[12] Jumantoro, Psikologi, hlm 90.
[13] Totok Tasmara, Komunikasi Dakwah (Jakarta:Gaya Media Pratama, 1987),hlm 61.
[14] Jumantoro, Psikologi, hlm 91.
[15] Ibid., hlm 92.
[16] Abu Ahmadi, Psikologi Sosial (Jakarta: Rieneke Cipta,1986), hlm 70.
[17] Jumantoro, psikologi, hlm 92.
[18] Faizah, Dkk, Psikologi Dakwah (Jakarta: Prenata Media, 2001), hlm 138.
[19] Hasanah, Efektivitas, hlm 94.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Popular Posts

Blog Archive

PAI.H

PAI.H
Kita lebih dari sekedar teman, we are family