PENGEMBANGAN PROFESI KEGURUAN
Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Etika Dan Profesi Keguruan”
Disusun
oleh : Kelompok 1
1.
Puji Astuti (210315280)
2.
Siti Khasanah (210315287)
3.
Yuni Lailatus Sya’diyah (210315274)
Kelas
PAI.H
Dosen Pengampu :
Nur Rohmi Sonia, M. Pd
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN)
PONOROGO
MARET 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan
tugasnya memerlukan menuntut keahlian, menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari
lembaga pendidikan yang khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang
dapat di pertanggungjawabkan.
Pada dasarnya profesi guru adalah profesi yang sedang
tumbuh. Walaupun ada yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan semi
profesional, namun sebenarnya lebih dari itu. Hal ini dimungkinkan karena jabatan
guru hanya dapat diperoleh pada lembaga pendidikan yang lulusannya menyiapkan
tenaga guru, adanya organisasi profesi, kode etik dan ada aturan tentang jabatan fungsional guru.
Semakin dituntutnya profesionalitas seorang guru, maka
guru sebagai tenaga pengajar dan pemberi informasi kepada siswanya tentu harus mengetahui bagaimana seorang guru yang professional
itu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian profesi keguruan ?
2. Bagaimana sikap profesional guru ?
3. Bagaimana pengembangan profesi keguruan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Profesi keguruan
Guru sebagai
pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat
menunjukkan sikap yang baik sehingga dapat dijadikan panutan bagi masyarakat
sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan
guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak.
Walaupun segala perilaku guru
selalu diperhatikan masyarakat tetapi yang harus diperhatikan adalah
sikap guru yang berkaiatan dengan profesinya.[1]
Secara etimologis istilah guru berasal dari bahasa India yang artinya
orang yang mengajarkan tentang kelepasan dari sengsara. Dalam bahasa Arab
mengenal istilah guru dengan sebutan “al-mua’allin atau al-ustad” yang bertugas memberikan ilmu dalam majelis
taklim, jadi fungsinya membangun aspek spritualitas manusia. [2]
Menurut Dedi Supriyadi, guru sebagai suatu profesi di Indonesia baru
dalam taraf sedang tumbuh (emerging profession) yang tingkat
kematangannya belum sampai pada yang telah dicapai oleh profesi-profesi lainnya
sehingga guru dikatakan sebagai profesi yang setengah-setengah atau semi
profesional.[3]
Dalam
undang-undang No 14 tahun
2005
tentang Guru dan dosen, disebutkan
bahwa
Guru adalah pendidik professional
dengan
tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik
pada
pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan
menengah.[4]
Profesi sebagai kata benda berarti bidang
pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu.
Profesional sebagai kata sifat berarti memerlukan
kepandaian khusus untuk melaksanakannya. Secara etimologi, profesi
berasal dari istilah bahasa Inggris profession atau
bahasa Latin profecus yang artinya mengakui, pengakuan,
menyatakan mampu atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan
tertentu.
Mengutip pendapat Ornstein dan Levine,
Soetjiptomengemukakan bahwa profesi adalah memerlukan
bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan
khalayak ramai (tidak semua orang dapat melakukannya) dan
memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
Selanjutnya Nana Sudjana pekerjaan yang
bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang
khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka
yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain. Dari beberapa pendapat
para ahli diatas tentang pengertian profesional, maka dapatlah
diambil suatu kesimpulan bahwa profesi adalah orangyang terdidik dan terlatih
dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya.[5]
Jadi, secara khusus dalam guru dituntut untuk
memberikan layanan profesional kepada peserta didik agar tujuan pembelajaran
tercapai. Sehingga guru yang dikatakan profesional adalah orang yang memiliki
kemampuan dan keahlian khusus dibidang keguruan sehingga ia mampu melaksanakan
tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.[6]
B. Sikap Profesional Guru
Sikap
Profesional Keguruan adalah sikap seorang guru dalam menjalankan pekerjaannya
yang mencakup keahlian, kemahiran, dan kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi keguruan. Hal ini
berhubungan dengan bagaimana pola tingkah laku guru dalam memehami,
menghayati,serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalnya. Adapun sasaran sikap profesional guru antara
lain sebagai berikut :
1. Sikap Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Dalam rangka
pembangunan di bidang pendidikan di Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional
mengeluarkan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang meruapakan kebijaksanaan
yang akan dilaksanakan oleh aparatnya, yang meliputi antara lain: pembangunan
gedung-gedung pendidikan, pemerataan kesempatan belajar antara lain dengan
melalui kewajiban belajar, peningkatan mutu pendidikan, pembinaan generasi muda
dengan menggiatkan kegiatan karang taruna, dan lain-lain. Kebijaksanaan
pemerintah tersebut biasanya akan dituangkan ke dalam bentuk
ketentuan-ketentuan pemerintah. Dari ketentuan-ketentuan pemerintah ini
selanjutnya dijabarkan ke dalam program-program umum pendidikan.
Guru merupakan unsur
aparatur negara dan abdi negara. Karena itu, guru mutlak perlu mengetahui
kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan tersebut.
Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala
peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional, di pusat maupun di Daerah, maupun departemen lain dalam
rangka pembinaan pendidikan di negara kita.
Setiap guru Indonesia wajib
tunduk dan taat kepada ketentuan-ketentuan pemerintah. Dalam bidang pendidikan
ia harus taat kepada kebijaksanaan dan peraturan, baik yang dikeluarkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional maupun Departemen yang berwenang mengatur
pendidikan, di pusat maupun di daerah dalam rangka melaksanakan
kebijaksanan-kebijaksanaan pendidikan di Indonesia.[7]
2. Sikap Terhadap Organisasi Profesi
Guru secara
bersama-sama memelihara dan meningktkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana
perjuangan dan pengabdian. Dasar ini menunjukkan kepada kita betapa pentingnya
peranan organisasi profesi sebagai wadah dan sarana pengabdian. PGRI sebagai
organisasi profesi memerlukan pembinaan, agar lebih berdaya guna dan berhasil
guna sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru.
Keberhasilan usaha tersebut sangat tergantung kepada kesadaran para anggotanya,
rasa tanggung jawab, dan kewajiban para anggotanya Organisasi PGRI merupakan
suatu sistem, di mana unsur pembentukannya adalah guru-guru. Oleh karena itu,
guru harus bertindak sesuai dengan tujuan sistem. Ada hubungan timbal balik
antara anggota
profesi dengan organisasi, baik dalam melaksanakan kewajiban maupun dalam
mendapatkan hak.
Organisasi profesional
harus membina mengawasi para anggotanya. Oleh karena itu, semua anggota dan
pengurus organisasi profesi, karena pejabat-pejabat dalam organisasi merupakan
wakil-wakil formal dan keseluruhan anggota organisasi, maka merekalah yang
melaksanakan tindakan formal berdasarkan wewenang yang telah didelegasikan
kepadanya oleh seluruh anggota organisasi itu. Dalam kenyataannya, para pejabat
itulah yang memegang peranan fungsional dalam melakukan tindakan pembinaan
sikap organisasi, merekalah yang mengkomunikasikan segala sesuatu mengenai
sikap profesi kepada para anggotanya. Dan mereka pula yang mengambil tindakan
apabila diperlukan.[8]
Setiap anggota harus
memberikan sebagian waktunya untuk kepentingan pembinaan profesinya, dan semua
waktu dan tenaga yang diberikan oleh para anggota ini dikoordinasikan oleh para
pejabat organisasi tersebut, sehingga pemanfaatnya menjadi efektif dan efisien.
Dengan perkataan lain setiap anggota profesi, apakah ia sebagai pengurus atau
anggota biasa, wajib berpartisipasi guna memelihara, membina, dan meningkatkan
mutu organisasi profesi, dalam rangka mewujudkan cita-cita organisasi.
Untuk meningkatkan
mutu suatu profesi, khususnya profesi keguruan, dapat dilakukan dengan berbagai
cara, misalnya dengan melakukan penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan,
pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan, dan berbagai kegiatan akademik
lainnya. Jadi, kegiatan pembinaan profesi tidak hanya terbatas pada pendiidkan
prajabatan atau pendidikan lanjutan di perguruan tinggi saja, melainkan dapat
juga dilakuka setelah yang bersangkutan lulus dari pendidikan prajabatan
ataupun sedang dalam melaksanakan jabatan.[9]
3. Sikap Terhadap Teman Sejawat
Dalam ayat 7 Kode Etik
Guru disebutkan bahawa “Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat
kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.” Ini berarti bahwa: (1) Guru hendaknya
menciptakan dan memlihara hubngan sesama guru dalam lingkungan kerjanya, dan
(2) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan
kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
Dalam hal ini Kode
Etik Guru Indonesia menunjukkan kepada kita betapa pentingnya hubngan yang
harmonis perilaku diciptakan dengan mewujudkan persaan bersaudara yang mendalam
antara sesama anggota profesi. Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat
dari dua segi, yakni hubungan formal dan hubungan kekeluargaan.
Hubungan formal ialah
hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka melakukan tugas kedinasan. Sedangkan
hubungan keleuargaan ialah hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan, baik
dalam lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan dalam rangka menunjang
tercapainya keberhasilan anggota profesi dalam membawakan misalnya sebagai
pendidik bangsa.[10]
a.
Hubungan
Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja
Seperti diketahui,
dalam setiap sekolah terdapat seorang kepala sekolah dan beberapa orang guru
ditambah dengan beberapa orang personel sekolah lainnya sesui dengan kebutuhan
sekolah tersebut. Berhasil tidaknya sekolah membawakan misinya akan banyak bergantung
kepada semua manusia yang terlibat di dalamnya. Agar setiap personel sekolah
dapat berfungsi sebagimana mestinya, mutlak adanya hubunga yang baik di antara
sesma personel yaitu hubungan baik antara kepala sekolah dengan guru, guru
dengan guru, dankepala sekolah ataupun guru dengan semua personel sekolah
lainnya. Semua personel sekolah in iharus dapat menciptakan hubungan baik
dengan anak didik di sekolah tersebut.[11]
Sikap profesional lain
yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin bekerja sama, saling harga
menghargai, saling pengertian, dan tanggung jawab. Jika ini sudah berkembang,
akan tumbuh rasa senasib sepenanggungan seta menyadari akan kepentingan
bersama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dengan mengorbankan
kepentingan orang lain. Dalam suatu pergaulan hidup, bagaimanapun kecilnya
jumlah manusia, akan terdapat perbedaan-perbedaan pikiran, perasaan, kemauan,
sikap, watak, dan lain sebagainya. Sekalipun demikian hubungan tersebut dapat
berjalan lancar, tenteram, dan harmonis, jika di antara meraka tumbuhan sikap
saling pengertian dan tenggang rasa antara satu dengna lainnya.
Adapun kebiasaan kita
pada umumnya, untuk kadang-kadang bersikap kurang sungguh-sungguh dan kurang
bijaksana, sehingga hal ini menimbulkan keretakan di antara sesama kita. Hal
ini tidak boleh terjadi karena kalau diketahui murid ataupun orang tua murid,
apalagi masyarakat luas, mereka akan resah dan tidak percaya kepada sekolah.
Hal ini juga dapat mendatangkan pengaruh yang negatif kepada anak didik. Oleh
sebab itu, agar jangan terjadi keadaan yang berlarut-larut, kita perlu saling
maaf-memaafkan dan memupuk suasana kekeluargaan yang akrab antara sesama guru
dan aparatur di sekolah.[12]
b.
Hubungan
Guru Berdasarkan Lingkungan Keseluruhan
Kalau kita ambil
sebagai contoh profesi kedokteran, maka dalam sumpah dokter yang diucapkan pada
upacara pelantikan dokter baru, antara lain terdapat kalimat yang menyatakan
bahawa setiap dokter akan memperlakukan teman sejawatnya sebagai saudara
kandung. Dengan ucapan ini para dokter menganggap profesi mereka sebagai suatu
keluarga yang harus dijunjung tinggi dan dimuliakan.
Sebagai saudara mereka
berkewajiban saling mengoreksi dan saling menegur, jika terdapat
kesalahan-kesalihan atau penyimpangan yang dapat merugikan profesinya. Meskipun
dalam prakteknya besar kemungkinan tidak semua anggota profesi dokter itu
melaksanakan apa yang diucapkannya dalam sumpahnya, tetapi setidak-tidaknya
sudah ada norma-norma yang mengatur dan mengawasi penampilan profesi itu.
Dalam hal ini kita
harus mengakui dengan jujur bahwa sejauh ini profesi keguruan masih memerlukan
pembinaan yang sungguh-sungguh. Rasa persaudaraan seperti tersebut, bagikita
masih perlu ditumbuhkan sehingga kelak akan dapat kita lihat bahwa hubungan
guru dengan teman sejawatnya berlangsung seperti halnya dengan profesi
kedokteran. Uraian ini dimaksudkan sebagai perbandingan
untuk dijadikan bahan dalam meningkatkan hubungan guru dengan guru sebagai
anggota profesi keguruan dalam hubungan keseluruhan.[13]
4. Sikap Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa: Guru berbakti
membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang
berjiwa Pancasila. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami
oleh seorang ufur dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan
pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan manusi
Indonesia seutuhnya.
Tujuan pendidikan nasional dengan jelas dapat dibaca dalam UU No. 2/1989
tentang Pendidikan Nasional, yakni membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang
berjiwa Pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan
mengejar, atau mendidik saja. Pengertian membimbing seperti yang dikemukakan
oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal
daari sistem itu adalah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut
wuri handayani. Ketiga kalimat itu mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat
memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan
peserta didik. [14]
Dalam tut wuri terkandung maksud membiarkan peserta didik menuruti bakat
dan kodratnya sementara guru memperhatikannya. Dalam handayani berarti guru
mempengaruhi peserta didik, dalam arti membimbing atau mengajarnya. Dengan
demikian membimbing mengandung arti bersikap menentukan ke arah pembentukan
manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, dan bukanlah mendikte
peserta didik, apalagi memaksanya menurut kehendak sang pendidik. Mottto tut
wuri handayani sekarang telah diambil menjadi motto dari Departemen Pendidikan
Nasional RI.
Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai
kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani, tidak hanya berilmu
tinggi tetapi juga bermoral tinggi pula. Guru dalam mendidik seharusnya tidak
hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga
harus memeperhatikan perekmbangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani,
rohani, sosial maupun yang lainnya yan gsesuai dengna hakikat pendidikan. Ini
dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang
mampu menghadapi tantangan-tantangan dalam kehidupan sebagai insan dewasa.
Peseta didik tidak dapat dipandang sebagai obyek semata yangharus patuh kepada
kehendak dan kemauan guru.[15]
5. Sikap Terhadap Tempat kerja
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa suasana yang baik di tempat kerja akan
meningkatkan produktivitas. Hal ini disadari dengan sebaik-baiknya oleh seetiap
guru, dan guru berkewajiban menciptakan suasana yang demikian dala
lingkungannya. Untuk menciptakan suasana kerja yang baik ini ada dua hal yang
harus diperhatikan, yaitu: (1) Guru sendiri, (2) Hubungan guru dengan
orang tua dan masyarakat sekeliling.
Terhadap
guru sendiri dengan jelas juga dituliskan dalm salah satu butir dari Kode Etik
yang berbunyi: “Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang
berhasilnya proses belajar mengajar.” Oleh sebab itu, guruharus aktif
mengusahakan suasan yang baik itu dengna berbagai cara, baik dengan penggunaan
metode mengajar yang sesuai, maupun dengan penyediaan alat belajar yang cukup,
serta pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun pendektan lainnya yang
diperlukan.[16]
Suasana yang haromis di sekolah tidak akan terjadi bila personil yang
terlihat di dalamnya, yakni kepala sekolah, guru, staf administrasi dan siswa,
tidak menjalin hubungan yang baik di antara sesamanya. Penciptaan suasana kerja
menantang harus dilengkapi dengan terjalinnya hubungan yang baik dengan orang
tua dan masyarakat sekitarnya. Ini dimaksudkan untuk membina peran serta dan
rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. Hanya sebagian kecil dari
waktu, di waktu justru digunakan peserta didik di luar sekolah, yakni di rumah
dan di masyarakat sekitar. Oleh sebab itu, amatlah beralasan bahwa orang tua
dan masyarakat bertanggung jawab terhadap pendidikan mereka. Agar pendidikan di
luar ini terjalin dengan baik dengan apa yang dilakukan oleh guru di sekolah
diperlukan kerja sama yang baik antara guru, orang tua, dan masyarakat sekitar.
Dalam menjalin kerjasama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah dapat
mengambl prakarsa, misalnya dengan cara mengundang orang tua sewaktu
pengambilan rapor, mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat
sekitar, mengikutsertakan persatuan orang tua siswa atau Komite Sekolah dalam
membantu meringankan permasalahan sekolah, terutama menanggulangi kekurangan
fasilitas ataupun dana penunjang kegiatan sekolah. Keharusan guru membina hubungan dengan orang tua dan masyarakat
sekitarnya ini merupakan isi dari butir ke lima Kode Etik Guru Indonesia.[17]
6. Sikap Terhadap Pemimpin
Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun organisasi
yang lebih besar, guru akan berada dala bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Sudah jelas bahwa pemimpin
suatu unit atau organisasi akan mempunyai kebijaksanaan dan arahan dalam
memimpin organisasinya, di mana tiap anggota organisasi itu dituntut berusaha
untuk bekerja sama dalam melaksanakan tujuan organisasi tersebut. Dapat saja
kerja sama yang dituntut pemimpin tersebut berupa tuntutan akan kepatuhan dalam
melaksanakan arahan dan petunjuk yang diberikan mereka.
Kerja sama juga dapat diberikan dalam bentuk usulan dan malahan kritik yang
membangun demi pencapaian tujuan yang telah digariskan bersama dan kemajuan
organisasi. Oleh sebab itu, dapat kita simpulkan bahwa sikap seorang guru
terhadap pemimpin harus positif, dalam pengertian harus bekerja sama dalam
menyukseskan program yang sudah disepakati, baik di sekolah maupun di luar
sekolah.[18]
7. Sikap Terhadap Pekerjaan
Profesi keguruan berhubungan dengan anak didik, yang secara alami mempunyai
persamaan dan perbedaan. Tugas melayani orang yang beragam sangat memerlukan
kesabaran dan ketelatenan yang tinggi, terutama bila berhubungan dengna peserta
didik yang masih kecil. Barangkali tidak semua orang dikaruniai sifat seperti
itu, namun bila seseorang telah memilih untuk memasuki profesi guru, ia
dituntut untuk belajar dan berlaku seperti itu.
Orang yang telah memilih suatu karier tertentu biasanya akan berhasil baik,
bila dia mencitai dengan sepenuh hati. Artinya, ia akan berbuat apa pun agar
kariernya berhasil baik, ia committed dengan pekerjaannya. Ia harus mau dan
mampu melaksanakan tugsnya serta mampu melayani dengan baik pemakai jasa yang
membutuhkannya.
Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus selalu
dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan
masyarakat, dalam hal ini peserta didik dan para orang tuannya. Keinginan dan
permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang
biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh karenay, guru selalu
dituntut untuk secara terus-menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan
mutu ini merupakan butir yang keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia yang
berbunyi: Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan
mutu dan martabat profesinya.[19]
Dalam butir keenam ini dituntut kepada guru, baik secara pribadi maupun
secara kelompok, untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Guru
sebagaimana juga dengan profesi lainnya, tidak mungkin dapat meningkatkan mutu
dan martabat profesinya bila guru itu tidak meningkatkan atau menambah
pengetahuan dan keterampilannya, karena ilmu dan pengetahuan yang menunjang
profesi itu selalu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.
Untuk meningkatkan mutu profesi secara sendiri-sendiri,guru dapat
melakukannya secara formal maupun informal. Secara formal, artinya guru mengikuti berbagai
pendidikan lanjutan atua kursus yang sesuai dengan bidang tugas, keinginan,
waktu, dan kemampuannya.
Secara informal guru dapat meningkat pengetahuan dan keterampilannya
melalui media seperti televisi, radio,
majalah ilmiah, koran, dan sebagainya, ataupun membaca buku teks dan
pengetahuan lainnya yang cocok dengan bidangnya.[20]
C. Pengembangan Profesi Keguruan
Pengembangan profesi guru adalah proses
kegiatan dalam rangka menyesuaikan kemampuan profesional guru dengan
tuntutan pendidikan dan
pengajaran. Pengembangan profesi guru
di lingkungan pendidikan diarahkan
pada kualitas profesional, penilaian kinerja secara
obyektif, transparan dan akuntabilitas, serta
memotivasi untuk meningkatkan
kinerja dan prestasi. Pengembangan profesi guru pada dasarnya adalah
peningkatan kualitas kompetensi guru. Beberapa dimensi utama dalam kompetensi guru adalah
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,dan kompetensi
profesional.[21]
Kegiatan
pembinaan dan pengembangan guru menuju derajat professional ideal, termasuk
dalam kerangka mengelola kelas untuk pembelajaran yang efektif, dilakukan atas
dasar prakarsa pemerintah, pemerintah daerah, penyelenggara satuan pendidikan,
asosiasi guru, guru secara pribadi, dan lain-lain. Secara umum kegiatan itu
dimaksudkan untuk merangsang, memelihara, dan meningkatkan kompetensi guru
dalam memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran yang berdampak
pada peningkatan mutu hasil belajar siswa. Pembinaan dan pengembangan
professional guru atas prakarsa institusi, seperti pendidikan dan pelatihan,
workshop, magang, studi banding, dan lain-lain adalah penting. Namun, yang
tidak kalah pentingnya adalah prakarsa personal guru untuk menjalani proses profesionalisasi.[22]
Pendidikan,
pelatihan, dan pengembangan merupakan proses yang ditempuh oleh guru pada saat
menjalani tugas-tugas kedinasan. Kegiatan ini diorganisasikan secara beragam
dan bersprektum luas dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi, ketrampilan,
sikap, pemahaman, dan performansi yang dibutuhkan oleh guru saat ini dan dimasa
mendatang.[23]
Pembinaan dan
pengembangan profesi dan karir guru dilaksanakan melalui berbagai strategi,
antara lain sebagai berikut:
1.
Pendidikan
dan pelatihan
Yang
termasuk dalam pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru dengan
strategi pendidikan dan pelatihan adalah:
a.
In-house
training (IHT)
Merupakan pelatihan
yang dilaksanakan secara internal di kelompok kerja guru, sekolah atau tempat
lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan. IHT dilakukan
berdasarkan pemikiran bahwa sebagian kemampuan dalam meningkatkan kompetensi
dan karir guru tidak harus dilakukan secara eksternal, tetapi dapat dilakukan
oleh guru yang memiliki kompetensi yang belum dimiliki oleh guru lain, dengan
strategi ini diharapkan dapat lebih menghemat waktu dan biaya.
b.
Progam
magang
Merupakan pelatihan
yang dilaksanakan di dunia kerja atau industry yang relevan dalam rangka
meningkatkan kompetensi professional guru.
c.
Kemitraan
sekolah.
Pelatihan kemitraan
sekolah dapat dilaksanakan di sekolah atau tempat mitra sekolah.
d.
Belajar
jarak jauh
Pelatihan ini dapat
dilaksanakan tanpa menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam satu
tempat tertentu, melainkan dengan sistem pelatihan melalui internet dan
sejenisnya.
e.
Pelatihan
berjenjang dan pelatihan khusus
Pelatihan ini
dilaksanakan di lembaga-lembaga pelatihan yang diberi wewenang, dimana progam
disusun secara berjenjang mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut dan
tinggi. [24]
f. Kursus singkat di perguruan tinggi atau
lembaga pendidkan lainya.
Kursus ini untuk
melatih meningkatkan kemampuan guru dalam beberapa kemampuan seperti kemapuan
melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya ilmiah, merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi pemmbelajaran, dsb.
g. Pembinaan internal oleh sekolah
Pembinaan ini
dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru-guru yang memiliki kewenangan
membina, melaui rapat dinas, rotasi tugas mengajar, pemberian tugas-tugas
internal tambahan, diskusi dengan rekan sejawat dan sejenisnya.
h. Pendidikan lanjut
Pembinaan profesi guru
melaui pendidikan lanjut merupakan alternative bagi peningkatan kualifikasi dan
kompetensi guru. [25]
2.
Kegiatan
selain pendidikan dan pelatihan
a.
Diskusi
masalah-masalah pendidikan.
Diskusi ini
diselenggaran secara berkala dengan topic diskusi sesuai dengan masalah yang
dialamidi sekolah. Melalui diskusi berkala diharapkan guru dapat memecakan
masalah yang dihadapi berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah ataupun
masalah peningkatan kompetensi dan pengembangan karirnya.
b.
Seminar
Pengikutsertaan dalam
seminar dapat menjadi model pembinaan berkelanjutan bagi peningkatan
keprofesian guru.
c.
Workshop
Kegiatan ini untuk
menghasilkan produk yag bermanfaat bagi pembelajaran, peningkatann kompetensi
maupun pengembangan karirnya.[26]
d.
Penelitian
Peneitian dapat
dilakukan guru dalam bentuk penelitian tindakan kelas, penelitian eksperimen
ataupun jenis yang lain dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran.
e.
Penulian
buku/bahan ajar
Bahan ajar yang ditulis
guru dapat berbentuk diktat, buku pelajaran ataupun buku dala bidang
pendidikan.
f.
Pembuatan
media pembelajaran
Media pebelajaran yang
dibuat guru dapat berbentuk alat peraga, alat praktikum sederhana, maupun bahan
ajar elektronik atau animasi pembelajaran.
g.
Pembuatan
karya teknologi/karya seni.
Karya teknologi/seni
yang dibuat guru dapat berupa karya yang bermanfaat untuk masyarakat atau
kegitan pendidikan serta karya seni yang memiliki nilai estetika yang diakui
oleh masyarakat.[27]
BAB III
KESIMPULAN
Dari pemaparan pembahsasn tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan
sebagai berikut:
1.
Guru
adalah pendidik professional
dengan
tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik
pada
pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan
menengah. profesi
adalah orangyang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki
pengalaman yang kaya dibidangnya. Secara khusus dalam guru
dituntut untuk memberikan layanan profesional kepada peserta didik agar tujuan
pembelajaran tercapai. Sehingga guru yang dikatakan profesional adalah orang
yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dibidang keguruan sehingga ia mampu
melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.
2.
Sikap
Profesional Keguruan adalah sikap seorang guru dalam menjalankan pekerjaannya
yang mencakup keahlian, kemahiran, dan kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi keguruan. Hal ini
berhubungan dengan bagaimana pola tingkah laku guru dalam memehami,
menghayati,serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalnya.
3.
Pengembangan profesi guru adalah proses
kegiatan dalam rangka menyesuaikan kemampuan profesional guru dengan
tuntutan pendidikan dan
pengajaran. Pengembangan profesi guru
di lingkungan pendidikan diarahkan
pada kualitas profesional, penilaian kinerja secara
obyektif, transparan dan akuntabilitas, serta
memotivasi untuk meningkatkan
kinerja dan prestasi. Pengembangan profesi guru pada dasarnya adalah
peningkatan kualitas kompetensi guru. Beberapa dimensi utama dalam kompetensi guru adalah kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,dan kompetensi
profesional.
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan. Profesionalisasi
dan Etika Profesi Guru. Bandung:
Alfabeta, 2013.
Karwati,
Euis dan Donni Juni Priansa, Manajemen Kelas: Guru Profesional Yang
Inspiratif, Kreatif, Menyenangkan dan Berprestasi. Bandung: Alfabeta, 2014.
Novan Ardi Wiyani. Etika Profesi
Keguruan. Yogyakarta : Gava
Media, 2015.
Putri,
Ayu
Dwi Kesuma danNani Imaniyati, Pengembangan Profesi Guru Dalam
Meningkatkan Kinerja Guru,
Jurnal
Pendidikan Manajemen Perkantoran Vol.1 no.1
hal.
94-103 Juli
2017,
http://ejournal.upi.edu/index.php/jpmanper.
Saondi,
Ondi dan Aris Suherman. Etika Profesi Keguruan. Bandung: Refika Aditama,
2010.
Sari, Laela
Upaya Menjadi
Guru Yang Profesional, Jurnal Ilmiah Pend.
Ekonomi, Volume 1 Nomor 2, September 2013, Hal. 152-159Soetjipto
dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan (Jakarta: Rineka Cipta, 2009),
43-44.








Tidak ada komentar:
Posting Komentar