Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Etika
dan Profesi Keguruan”
Disusun oleh : Kelompok 11
1. Firdaus
Zainul Fanani (210315289)
2. Rista
Hasanatul Fadillah (210315293)
Kelas PAI.H
Dosen Pengampu :
Nur Rahmi Sonia, M.Pd.I
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
MEI
2018
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Guru merupakan sumber daya utama dalam upaya pengembangan potensi peserta didik di
masa depan. Karena itu, penyandang profesi guru bermakna
strategis, karena mengemban tugas sejati bagi
proses pemanusiaan, pencerdasan, pembudayaan,
penanam
nilai
dan pembangun karakter bangsa.
Pengakuan kedudukan
guru sebagai tenaga profesional dibuktikan
dengan sertifikat pendidik, yang diperoleh melalui sertifikasi guru.
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru pada satuan
pendidikan formal. Sertifikasi
guru sebagai upaya peningkatan mutu guru diharapkan dapat meningkatkan kinerja (unjuk kerja) guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya sebagai guru dalam
mata pelajaran yang diampunya. Guru diharapkan mampu
melaksanakan pembelajaran yang bermutu, yang dapat mencerahkan dan mengarahkan peserta didik untuk
menguasai kompetensi yang ditetapkan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan
mutu
pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Dengan demikian, maka pemakalah akan
membahas lebih lanjut mengenai program sertifikasi guru di Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa hakikat standar
kompetensi dan sertifikasi guru?
2.
Apa
yang dimaksud program sertifikasi guru sebagai profesi?
3.
Apa saja ketentuan-ketentuan dalam program
sertifikasi guru sebagai profesi?
4. Bagaimana pelaksanaan sistem sertifikasi
kompetensi guru?
|
PEMBAHASAN
A. Hakikat Standar Kompetensi dan
Sertifikasi Guru
Memasuki
tahun 2007, pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Pendidikan
Nasional, mulai menyelenggarakan program sertifikasi guru. Program sertifikasi
merupakan konsekuensi dari disahkannya produk hukum tentang pendidikan yaitu:
1. UU RI No. 21/2003 tentang Sisdiknas
2. UU RI No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen
3. PP RI No. 19/2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan
Berdasarkan
produk hukum tersebut dinyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional.
Sebagai pendidik profesional, maka guru harus memenuhi sejumlah persyaratan
baik kualifikasi akademik maupun kompetensi. Program sertifikasi adalah proses pemberian
sertifikat pendidik
untuk Guru atau bukti formal sebagai pengakuan yang
diberikan kepada Guru sebagai tenaga
profesional.[1]
Secara
garis besar, program sertifikasi ini ditujukan kepada:
1. Guru dalam jabatan
2. Mahasiswa calon guru.
Program
sertifikasi bagi guru dalam jabatan maksudnya adalah program pemberian
sertifikat bagi seluruh guru di Indonesia yang telah ada baik guru negeri
maupun swasta yang jumlahnya hampir 2,7 juta. Sedangkan program sertifikasi
bagi mahasiswa calon guru maksudnya adalah program yang dirancang untuk
mempersiapkan calon-calon guru melalui serangkaian pendidikan formal.[2]
|
Mungin Edy Wibowo
mengungkapkan bahwa sertifikasi bertujuan untuk
hal-hal sebagai berikut:
1. Melidungi profesi pendidik,
2. Melindungi masyarakat dari praktek-praktek tidak kompeten, sehingga merusak
citra pendidik,
3. Membantu dan melindungi penyelenggara pendidikan dengan menyediakan
rambu-rambu
dan instrumen
untuk melakukan
seleksi terhadap
pelamar
yang kompeten,
4. Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik.
B. Program Sertifikasi Guru Sebagai Profesi
Dalam
program sertifikasi guru dalam jabatan, sertifikat guru sebagai profesi dapat
diperoleh melalui:
1. Proses pendidikan profesi terlebih
dahulu yang dilakukan dengan uji sertifikasi (bila lulus dalam uji
sertifikasi).
2. Uji sertifikasi langsung sebagai bentuk
pengakuan kompetensi keprofesian guru sebagai agen pembelajaran oleh perguruan
tinggi terakreditasi yang ditetapkan oleh pemerintah (bila lulus dalam uji
sertifikasi).[5]
Sedangkan
dalam program sertifikasi calon guru, sertifikat guru sebagai pendidik
diperoleh melalui proses pendidikan profesi dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Beban belajar pendidikan profesi untuk
guru pada satuan pendidikan TK/RA/TKLB atau bentuk lain yang sederajat dan pada
satuan pendidkan SD/MI/SDLB atau bentuk lain yang sederajat adalah 18 sampai 20
satuan kredit semester.
2. Beban belajar pendidikan profesi untuk
guru pada satuan pendidikan SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat dan
pada satuan pendidkan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat
adalah 36 sampai 40 satuan kredit semester.
3. Muatan belajar pendidikan profesi
meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
4. Bobot muatan kompetensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan latar belakang pendidikan sebagai
berikut:
a. Untuk lulusan program sarjana (S1) atau
diploma empat (D-IV) kependidikan dititikberatkan pada penguatan kompetensi
profesional.
b. Untuk lulusan program sarjana (S1) atau
diploma empat (D-IV) nonkependidikan dititikberatkan pada penguatan kompetensi
pedagogik.[6]
Sertifikasi diperoleh melalui
penilaian portofolio yang
berisikan hasil dari kinerja guru yang meliputi
penilaian terhadap empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi
profesional, kompetensi pribadi serta kompetensi sosial. Portofolio disusun
berdasarkan panduan penyusunan
portofolio yang berisikan: (1) panduan tersebut memuat pengertian
portofolio, (2)
komponen portofolio, (3) cara pengisian instrument portofolio,
(4)
cara penyusunan dokumen portofolio.[7]
Adapun komponen yang dinilai dalam portofolio mencakup:(a) Kualifikasi akademik, (b)
Pendidikan dan
pelatihan, (c) Pengalaman
mengajar,
(d)
Perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran, (e) Penilaian dari atasan langsung,
(f) Prestasi akademik, (g) Karya
pengembangan profesi, (h) Keikutsertaan dalam forum ilmiah, (i)
Pengalaman organisasi di
bidang kependidikan dan sosial, (j) Penghargaan
yang relevan dengan bidang pendidikan.[8]
C. Ketentuan-ketentuan dalam Program
Sertifikasi Guru Sebagai Profesi
Secara
faktual masih banyak kita jumpai tenaga pendidik yang miss-match and
underqualified khususnya di lembaga-lembaga pendidikan Islam (madrasah)
atau sekolah-sekolah swasta ditambah lagi dengan segudang problem pendidikan
yang tidak sedikit, mulai dari keterbatasan anggaran, sarana dan prasarana
pendidikan, masalah ekonomi, serta sulitnya memacu minat belajar siswa yang
telah tererosi oleh budaya globalisasi dan modernisasi. Kurangnya
profesionalisme guru dalam memberikan pelayanan pendidikan juga harus diakui
sebagai faktor penting bagi keberhasilan pendidikan.[9]
Dalam
upaya meningkatkan mutu guru yang profesional, guru dalam jabatan direncanakan
mendapat fasilitas pembiayaan atau beasiswa dalam rangka memenuhi kualifikasi
akademiknya. Persyaratannya antara lain:
1. Melaksanakan tugas sebagai guru tetap
yang diangkat oleh pemerintah, Pemerintah Daerah, atau satuan pendidikan yang
diselenggarakan masyarakat dan bertugas sebagai guru pada satuan pendidikan
yang memiliki izin operasional dari pemerintah daerah dengan beban mengajar:
a. Minimal 6 (enam) jam tatap muka per
minggu pada satuan pendidikan dimana guru tersebut diangkat sebagai guru tetap;
serta
b. Minimal 24 (dua puluh empat) jam tatap
muka dan maksimal 40 (empat puluh) jam tatap muka per minggu pada satu atau
lebih satuan pendidikan yang memiliki izin operasional dari Pemerintah atau
Pemerintah Daerah.
2. Tidak terikat sebagai tenaga tetap pada
instansi selain yang dimaksud pada angka 1 huruf a;
3. Terdaftar pada departemen sebagai guru
tetap
4. Berusia maksimal 52 tahun untuk
peningkatan kualifikasi akademik, dan maksimal 55 tahun untuk sertifikasi
pendidik; dan
5. Melaksanakan kewajiban sebagai guru
sebagaimana diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen.[10]
Dalam
UU RI No 14/2005 pasal 16 disebutkan bahwa pemerintah akan memberikan tunjangan
profesi kepada guru yang besarnya setara dengan satu kali gaji pokok pada
tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
Tunjangan
profesi direncanakan akan diberikan kepada guru yang memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. Memenuhi persyaratan akademik sebagai
guru sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
2. Memiliki satu atau lebih sertifikat
pendidik yang telah diberi satu nomor registrasi unik oleh departemen.
3. Melaksanakan tugas sebagai guru tetap
yang diangkat oleh pemerintah, Pemerintah Daerah, atau satuan pendidikan yang
diselenggarakan masyarakat dan bertugas sebagai guru pada satuan pendidikan
yang memiliki izin operasional dari pemerintah daerah dengan beban mengajar:
a. Minimal 6 (enam) jam tatap muka per
minggu pada satuan pendidikan dimana guru tersebut diangkat sebagai guru tetap;
serta
b. Minimal 24 (dua puluh empat) jam tatap
muka dan maksimal 40 (empat puluh) jam tatap muka per minggu pada satu atau
lebih satuan pendidikan yang memiliki izin operasional dari Pemerintah atau
Pemerintah Daerah.
4. Tidak terikat sebagai tenaga tetap pada
instansi selain yang dimaksud pada angka 3 huruf a;
5. Mengajar sebagai guru mata pelajaran
dan/atau guru kelas pada satuan pendidikan yang sesuai dengan peruntukan
sertifikat pendidik yang dimilikinya.
6. Terdaftar pada departemen sebagai guru
tetap
7. Berusia maksimal 60 tahun; dan
8. Melaksanakan kewajiban sebagai guru
sebagaimana diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen.[11]
Sebenarnya hakekat dari pemberian sertifikasi bagi guru adalah suatu upaya pemerintah untuk meningkatkan
kompetensi dan
profesionalitas
mereka
bukan
sekedar
mendapatkan
tunjangan. Tujangan
profesi hanyalah sebagai upah atas
usaha guru dalam kerja keras meningkatkan kreativitas pembelajaranya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi
pembelajaranya.[12]
D. Pelaksanaan Sistem Sertifikasi
Kompetensi Guru
Waktu
pelaksanaan sertifikasi kompetensi guru diatur oleh Dinas Pendidikan Kab/Kota
dan LPTK Penyelenggara.[13]
Sedangkan pendanaan sertifikasi
ditanggung oleh Pemerintah
dan Pemda, sebagaimana UU No. 14 tahun 2005 pasal 13 (ayat 1).
Pemerintah
dan Pemerintah
Daerah wajib menyediakan anggaran untuk
peningkatan kualifikasi akademik dan
sertifikasi
pendidik bagi Guru dalam
jabatan yang diangkat oleh
satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.[14]
Kerangka
pelaksanaan sistem sertifikasi kompetensi guru, baik untuk lulusan S1
kependidikan maupun lulusan S1 nonkependidikan dapat dijelaskan sebagai
berikut.
Pertama, lulusan
program sarjana kependidikan sudah mengalami pembentukan kompetensi mengajar
(PKM). Oleh karena itu, mereka hanya memerlukan uji kompetensi yang
dilaksanakan oleh perpendidikan tinggi yang memiliki PPTK terakreditasi dan
ditunjuk oleh Ditjen Dikti, Depdiknas.
Kedua, lulusan
program sarjana nonkependidikan harus terlebih dahulu mengikuti proses
pembentukan kompetensi mengajar pada perguruan tinggi yang memiliki program
pengadaan tenaga kependidikan (PPTK) secara terstruktur. Setelah dinyatakan
lulus dalam pembentukan kompetensi mengajar, baru lulusan S1 nonkependidikan boleh
mengikuti uji sertifikasi. Sedangkan lulusan sarjana kependidikan tentu sudah
mengalami proses pembentukan kompetensi mengajar, tetapi tetap diwajibkan
mengikuti kompetensi untuk memperoleh sertifikat kompetensi.
Ketiga, penyelenggarakan
program PKM dipersyaratkan adanya status lembaga terakreditasi. Sedangkan untuk
pelaksanaan uji kompetensi sebagai bentuk evaluasi kompetensi mengajar guru
harus dilaksanakan oleh LPTK terakreditasi yang ditunjuk dan ditetapkan oleh
Ditjen Dikti, Depdiknas.
Keempat, peserta
uji kompetensi yang telah dinyatakan lulus, baik yang berasal dari lulusan
sarjana kependidikan maupun sarjana nonkependidikan diberikan sertifikat
kompetensi sebagai bukti yang bersangkutan memiliki kewenangan melakukan
praktik dalam bidang profesi guru pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
Kelima, peserta
uji kompetensi yang berasal dari guru yang sudah melaksanakan tugas dalam
interval waktu tertentu (10-15) tahun sebagai bentuk kegiatan penyegaran dan
pemutakhiran kembali sesuai dengan tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta persyaratan dunia kerja.[15]
Langkah-langkah
berikut merupakan satu contoh proses pelaksanaan program sertifikasi guru dalam
jabatan.
1. Kantor Dinas Pendidikan Nasional
Kabupaten/ Kota, berdasarkan usulan dari sekolah atau madrasah, mendaftar
guru-guru yang diprogramkan untuk mengikuti program sertifikasi.
2. Kepala Kantor Dinas Pendidikan Nasional
Kabupaten/Kota mengirimkan nama-nama guru yang diikutkan dalam program
sertifikasi guru tersebut ke LPTK tertentu yang akan ditunjuk.
3. LPTK yang ditunjuk melakukan seleksi
penerimaan (prosedur administratif) calon peserta program sertifikasi dan
memberitahukan hasilnya kepada Kepala Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten/Kota.
4. Peserta yang telah dinyatakan diterima
harus menandatangani surat perjanjian untuk mengikuti program ini dengan
sungguh-sungguh.
5. Kepala Kantor Dinas Pendidikan Nasional
Kabupaten/Kota melakukan negosiasi dengan LPTK yang bersangkutan tentang segala
sesuatu yang akan dikerjakan bersama.
6. Penandatangan kontrak yang telah
disepakati akan dilaksanakan antara Kepala Kantor Dinas Pendidikan Nasional
Kabupaten/Kota dengan LPTK.
7. Pelaksanaan program sertifikasi oleh
LPTK.
8. Dalam rangka pengendalian program,
Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten/Kota perlu melakukan supervisi
secara rutin terhadap penyelenggaraan sertifikasi tersebut.
9. Pada akhir pelaksanaan LPTK
penyelenggara sertifikasi berkewajiban melaporkan hasil kegiatannya secara
tertulis kepada Kepala Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten/Kota.[16]
BAB
III
KESIMPULAN
1. Program sertifikasi adalah proses pemberian
sertifikat pendidik
untuk Guru atau bukti formal sebagai pengakuan yang
diberikan kepada Guru sebagai tenaga
profesional.
2. Dalam program sertifikasi guru dalam
jabatan, sertifikat guru sebagai profesi dapat diperoleh melalui:
a. Proses pendidikan profesi terlebih
dahulu yang dilakukan dengan uji sertifikasi (bila lulus dalam uji
sertifikasi).
b. Uji sertifikasi langsung sebagai bentuk
pengakuan kompetensi keprofesian guru sebagai agen pembelajaran oleh perguruan
tinggi terakreditasi yang ditetapkan oleh pemerintah (bila lulus dalam uji
sertifikasi).
3. Dalam UU RI No 14/2005 pasal 16
disebutkan bahwa pemerintah akan memberikan tunjangan profesi kepada guru yang
memenuhi persyaratan tertentu yang besarnya setara dengan satu kali gaji pokok
pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
4. Kerangka pelaksanaan sistem sertifikasi
kompetensi guru, baik untuk lulusan S1 kependidikan maupun lulusan S1
nonkependidikan adalah:
a. Mengikuti proses pembentukan kompetensi
mengajar pada perguruan tinggi yang memiliki PPTK secara terstruktur.
b. Mengikuti uji sertifikasi.
c. Peserta uji kompetensi yang telah
dinyatakan lulus, baik yang berasal dari lulusan sarjana kependidikan maupun
sarjana non kependidikan diberikan sertifikat kompetensi.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Azwar,
Khairul dkk. Pengaruh Sertifikasi dan Kinerja Guru terhadap Peningkatan
Hasil Belajar Siswa di SMP Negeri 2 Banda Aceh. Jurnal Administrasi
Pendidikan Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Vol. 3, No.2, Mei 2015.
Bafadal, Ibrahim. Seri Manajemen
Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah: Peningkatan Profesionalisme Guru
Sekolah Dasar. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006.
Budiharto.
Sertifikasi Guru Sebagai Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru dalam
Rangka Meningkatkan Kualitas Pendidikan. E-Jurnal, vol. 39 No.2, 15 Agustus
2013.
Fuad,
Nur Hattati. Perngaruh Sertifikasi Guru Terhadap Peningkatan Kinerja Guru
PAI di SMP dan MTs. Jurnal Manajemen Pendidikan.
Mulyasa.
Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung:PT Remaja Rosdakarya,
2008.
Sarimaya,
Farida. Sertifikasi Guru: Apa, Mengapa, dan Bagaimana?. Bandung: Yrama
Widya, 2009.
Sunanik.
Pengaruh Sertifikasi Guru Terhadap Kinerja Guru SMPN 1 Durenan. Jurnal
Efektor No. 26, April tahun 2015.
Sunhaji.
Kualitas Sumber Daya Manusia: Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi Guru.
Jurnal Kependidikan, Vol II, No. 1, Mei 2014.
Wibowo, Mungin Edy. Standarisasi, Sertifikasi, dan Lisensi Profesi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Surabaya: Makalah Seminar Nasional Pendidikan, 2004.
Yamin, Martinis. Sertifikasi Profesi Keguruan
di Indonesia. Jakarta :
Gaung Persada Press, 2006.
[1] Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi Keguruan
di Indonesia (Jakarta :
Gaung Persada Press, 2006), hlm 2.
[2] Farida Sarimaya, Sertifikasi
Guru: Apa, Mengapa, dan Bagaimana? (Bandung: Yrama Widya, 2009), hlm 10-11.
[3] Nur Hattati Fuad, Perngaruh
Sertifikasi Guru Terhadap Peningkatan Kinerja Guru PAI di SMP dan MTs, Jurnal
Manajemen Pendidikan, hlm 24-25.
[4] Mungin
Edy Wibowo, Standarisasi, Sertifikasi,
dan Lisensi Profesi Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Surabaya: Makalah Seminar Nasional Pendidikan, 2004), hlm 24.
[5] Fa, 25.
[6] Fa, 26
[7] Khairul Azwar dkk, Pengaruh
Sertifikasi dan Kinerja Guru terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa di SMP
Negeri 2 Banda Aceh, Jurnal Administrasi Pendidikan Pascasarjana
Universitas Syiah Kuala, Vol. 3, No.2, Mei 2015, hlm 139.
[8] Ibid.
[9] Sunanik, Pengaruh
Sertifikasi Guru Terhadap Kinerja Guru SMPN 1 Durenan, Jurnal Efektor No.
26, April tahun 2015.
[10] Fa, 35-36
[11] Fa, 37-38.
[12] Sunhaji, Kualitas
Sumber Daya Manusia: Kualifikasi, Kompetensi, dan Sertifikasi Guru, Jurnal
Kependidikan, Vol II, No. 1, Mei 2014, hlm 115.
[13] Fa, 31.
[14] Budiharto, Sertifikasi
Guru Sebagai Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru dalam Rangka Meningkatkan
Kualitas Pendidikan, E-Jurnal, vol. 39 No.2, 15 Agustus 2013, hlm 120.
[15] Mulyasa, Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm
40-41.
[16] Ibrahim Bafadal, Seri
Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah: Peningkatan
Profesionalisme Guru Sekolah Dasar (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006),hlm
55-56.








Tidak ada komentar:
Posting Komentar