Blog masa kini yang berisi kontent inspiratif

MAKALAH 2 - MASA UL-FIQIYAH - PERKAWINAN BEDA AGAMA

PERKAWINAN BEDA AGAMA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“MASA UL-FIQIYAH”


Disusun oleh : Kelompok 2
1.   Aris Permata Dewi                         (210315284)
2.   M. Ihsan Baidowi                           (2103152)
3.   Puji Astuti                                       (2103152)
4.   Hawing Cahya Purnama                 (210315271)
Kelas PAI.H

Dosen Pengampu :
Ibnu Mukhlis, M. Hum

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
MARET 2018

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Hubungan antar umat beragama telah lama menjadi isu yang terpopuler di Indonesia. Popularitas isu ini sebagai konsekuensi dari masyarakat Indonesia yang majemuk, khususnya dari segi agama dan etnis. Karena itu persoalan hubungan anatar umat beragama ini menjadi perhatian dari berbagai kalangan, tidak hanya pemerintah tetapi juga komponen lain dari bangsa ini, sebut saja lembaga keagamaan, baik islam maupun non Islam dan sebagainya.
Seringkali kita lihat di tengah masyarakat apalagi dikalangan orang berkecukupan dan kalangan selebriti terjadi pernikahan beda agama, entah si pria yang Muslim menikah dengan wanita non muslim ( Nasrani, Yahudi, atau agama lainya ) atau barangkali si wanita yang muslim menikah dengan pria non muslim. Namun kadang kita mengikuti pemahaman sebagian orang yang sangat mengagungkan perbedaan agama (pemahaman liberal). Tak sedikit yang terpengaruh dengan pemahaman liberal yang semacam itu, yang mengagungkan kebebasan, yang pemahamanya benar-benar jauh dari Islam. Paham liberal menganut keyakinan perbedaan agama dalam pernikahan tidaklah jadi masalah.
Namun, bagaimanakah sebenarnya menurut pandangan Islam yang benar mengenai status pernikahan beda agama? Berangkat dari permasalahan itu kami akan menjelaskan mengenai perkawinan beda agama. 
B.  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian perkawinan muslim dan non muslim?
2.      Apa dampak negatif dan positif pernikahan campuran?
3.      Bagaimana pandangan Islam tentang perkawinan campuran.
1
 

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Perkawinan Muslim Dan Non Muslim
       Perkawinan beda agama adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentu keluarga (rumah tangga ) yang bahagia dan kekal, sedang keduanya berbeda agama dan keyakinan. Perkawinan beda agama, secara umum dapat mengambil dua bentuk. Pertama, laki-laki muslim menikahi perempuan non muslim, kedua, perempan muslimah sedangkan laki-lakinya non muslim. Non muslim adalah mereka yang selain beragama islam. Salah satu kategori non muslim dalam al-Qur’an adalah musyrik.
Ÿwur (#qßsÅ3Zs? ÏM»x.ÎŽô³ßJø9$# 4Ó®Lym £`ÏB÷sム4 ×ptBV{ur îpoYÏB÷sB ׎öyz `ÏiB 7px.ÎŽô³B öqs9ur öNä3÷Gt6yfôãr& 3 Ÿwur (#qßsÅ3Zè? tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$# 4Ó®Lym (#qãZÏB÷sム4 Óö7yès9ur í`ÏB÷sB ׎öyz `ÏiB 78ÎŽô³B öqs9ur öNä3t6yfôãr& 3 y7Í´¯»s9'ré& tbqããôtƒ n<Î) Í$¨Z9$# ( ª!$#ur (#þqããôtƒ n<Î) Ïp¨Yyfø9$# ÍotÏÿøóyJø9$#ur ¾ÏmÏRøŒÎ*Î/ ( ßûÎiüt7ãƒur ¾ÏmÏG»tƒ#uä Ĩ$¨Y=Ï9 öNßg¯=yès9 tbr㍩.xtGtƒ ÇËËÊÈ 
 QS. Al-Baqarah: 221        
“janganlah kamu menikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. sesungguhnya perempuan budak yang mukmin lebih baik dari perempuan musyrik walaupun ia menarik hatimu. dan jangan kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan perempuan-perempuan mukmin) sebelum mereka berima. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu.mereka mengajak keneraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izinnya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatnya (perintah-perintahnya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran” [1]
       Mengenai masalah ini Islam membedakan hukumnya sebagai berikut:
1. Perkawinan antar seorang pria muslim dengan musyrik
   Islam melarang perkawinan antara pria muslim dengan wanita musrik, berdasarkan firman Allah dalam surat Al- Baqarah ayat 221. Hanya dikalangan ulama timbul beberapa pendapat tentang siapa musyrikah yang haram dikawini itu? menurut Ibnu Jarir al-Thabari, seorang ahli tafsir, bahwa musyrikah yang dilarang yang dikawini itu ialah musyrikah dari bangsa arab pada waktu turunya Al-Qur’an memang tidak mengenal kitab suci dan mereka menyembah berhala. Tetapi kebanyakan ulama berpendapat, bahwa semua musrykah baik bangsa arab maupun non arab selain ahlu kitab, yakni yahudi dan kristen tidak boleh dinikahi.[2]
2. Perkawinan antar seorang pria muslim dengan wanita Ahlu Kitab.
       Kebanyakan ulama berpendapat, bahwa seorang pria muslim boleh kawin dengan wanita Ahlu Kitab (yahudi atau kristen) berdasarkan firman Allah surat Al-Midah ayat 5:
àM»oY|ÁósçRùQ$#ur z`ÏB tûïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# `ÏB öNä3Î=ö6s%
          “Dan dihalalkan mengawini wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang di beri kitab suci sebelum kamu”.
Juga berdasarkan sunnah Nabi pernah menikah dengan Ahlu Kitab, yakni Mariah al-Qibtiyah (Kristen). Demikian pula dengan seorang sahabat Nabi yang termasuk senior bernama Hudzaifah bin AL-Yaman pernah kawin dengan wanita Yahudi, sedang para sahabat tidak ada yang menentangnya.
3. Perkawinan antar seorang wanita muslimah dengan pria non Muslim
       Ulama telah sepekat, bahwa Islam melarang perkawinan antara seorang Muslimah dengan pria non-Muslim, baik calon suaminya itu termasuk pemeluk agama yang mempunyai kitab suci, seperti kristen dan yahudi, ataupun pemeluk agama yang mempunyai kitab suci seperti: budha, dan hindu.[3]

B.  Dampak Negatif Dan Positif Pernikahan Campuran
Adapun hikmah dilarangnya perkawinan antar orang Islam (pria/wanita) dengan orang yang bukan muslim (pria/wanita), selain ahlu kitab), ialah bahwa antara orang Islam denag orang kafir selain kristen dan yahudi itu terdapat way of life dan filasafat hidup yang sangat berbeda. Sebab orang Islam percaya sepenuhnya kepada Allah sebagai pencipta alam semesta, percaya kepada para Nabi, kitab suci dan malaikat, dan percaya pula kepada hari kiamat. Sedangkan orang musrik tidak percaya pada semuanya itu. kepercayaan mereka penuh dengan khufarat. Bahkan mereka selalu mengajak oarang-orang yang telah beragama/beriman untuk meninggalkan agamanya dan kemudian diajak untuk mengikuti agamanya.
            Mengenai hikmah diperbolehkannya perkawinan anatara seorang pria muslim dengan pria kristen atau yahudi, ialah karena pada hakikatnya agama kristen dan yahudi itu satu rumpun dengan agama Isam sebab sama-sama agama wahyu .maka kalau seorang wanita kristen atau yahudi kawin denga pria muslim yang baik, yang taat pada ajaran-ajaran agamanya, dapat diharapkan atas kesadaran dan kemauan sendiri masuk Islam, karena ia dapat menyaksikan dan merasakan kebaikan dan kesempurnaan agama Islam setelah ia hidup di tengah-tengah keluarga Islam. Sebab agama Islam mempunyai panutan atau pedoman hidup yang lengkap, mudah,praktis, demokratis,menghargai kedudukan Islam dan keluarga .[4]
            Adapun hikmah dilarangnya perkawinan anata seorang wanita Islam dengan pria kristen atau yahudi karena dikhawatirkan wanita Islam itu kehilangan kebebasan beragama dan menjalankan ajaran-ajaran agamanya, kemudian tersesat pada agama suaminya. Kemudian anak-anak yang lahir dari hasil perkawinanya dikhawatirkan mereka akan mengikuti agama bapaknya, karena bapak sebagai kepala keluarga terhadap anak-anak melebihi ibunya. Karena orang yahudi dan kristen tidak akan senang kepadamu, hingga kamu mengikuti agama mereka.[5]
C.  Pandangan Islam Tentang Perkawinan Campuran
Di dalam Agama Islam terdapat beberapa masalah-masalah yang telah sah keberadaan hukumnya. Dalil-dalil yang berkenaan dengan hukumnya pun qath’I atau pasti. Sehingga para ulama atau mujtahid telah sepakat mengenai  status hukumnya dan tidak perlu lagi perdebatan perbedaan penafsiran di dalamnya, seperti hukum zina, mabuk, judi, menikahi saudara sendiri. Masalah-masalah seperti ini sudah jelas agama Islam mengharamkan perbuatan tersebut.
Selain masalah-masalah yang tidak ada perdebatan mengenai status hukumnya, di dalam Islam juga terdapat masalah-masalah yang belum mendapat kesepakatan. Para ulama masih berbeda pendapat karena di dalam Al-Quran dan Hadist tidak ada keterangan yang cukup jelas tentang status hukumnya. Masalah-masalah yang diperselisihkan dalam hukum Islam disebut masalah Khilafiyah.
Pernikahan beda agama merupakan masalah Khilafiyah dalam Agama Islam. Para ulama masih mempersoalkan kebolehan nikah beda agama. Apakah nikah beda agama dihalalkan menurut syariat Islam atau diharamkan ? Hal ini timbul karena dalil-dalil agama Islam yang menjelaskan pernikahan beda agama masih memerlukan pemahaman yang lebih mendalam.
1. Pandangan yang tidak membolehkan
   Beberapa ulama sepakat pernikahan beda agama terlarang. Keterangan dalam Surat Al-Baqarah ayat 221 menjadi landasan utama para mujtahid perihal terlarangnya pernikahan beda agama.[6]

Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya  wanita budak yang mu’min lebih baik dari pada wanita musyrik, walaupun dia menarik hati. Dan janganlah kamu menikahi orang-orang musyrik dengan wanita-wanita mu’min, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak mu’min lebih baik dari pada orang musyrik, walaupun dia menarik hati. Allah menerangkan ayat-ayat kepadamu supaya kamu mengambil pelajaran “

Dalam Surat Al-Baqarah ayat 221 ini merupakan dalil-dalil yang jelas melarang orang islam, baik laki-laki maupun perempuan untuk menikah beda Non Islam, sebelum mereka masuk Islam. Selain dalam surat Al-Baqarah ayat 221, kejalasannya juga terdapat dalam surat Al-Mumtahanah ayat 10 yang berbunyi
“… Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir dan hendaklah kamu meminta mahar yang telah kau berikan dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah ketetapan-Nya diantara kamu, dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”
Dalam perintah surat ini, Allah memerintahkan untuk memutuskan hubungan perkawinan yang telah terjadi dengan orang non Islam. Adapun bagi mereka yang belum melangsungkan perkawinan dilarang melangsungkan perkawinan dengan oramg-orang musyrik. Disebutkan bahwa perkawinan yang telah terlanjur berlangsung dibatasi hanya sampai tahun ke 6 hijriah.
2. Pandangan yang membolehkan
            Sudah dijelaskan sebelumnya, persoalan nikah beda agama menjadi sebuah masalah khilafiyah (kontroversi) di kalangan umat Islam. Alasan para ulama yang membolehkan nikah beda agama, karena nikah beda agama secara doktrinal tidak dilarang oleh Allah SWT. Keterangan dalam surat Al-Maidah ayat 5 merupakan landasan yang menjelaskan kehalalan nikah beda agama.

 “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik dan makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal baginya. Dan dihalalkan bagimu mengawini wanita-wanita yang menjaga kehormatannya diantara kamu dan wanita-wanita yang menjaga kehormatannya diantara orang-orang yang diberi al-kitab sebelum kamu. Bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud mengawininya dan tidak bermaksud menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman tidak menerima hukum Islam, maka hapuslah amalannya, dan di akhirat dia termasuk orang yang merugi”
Bahkan sebagai fakta sosial perkawinan beda agama sudah ada sejak zaman nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad saw pun pernah menikah dengan perempuan non Islam, begitu pula banyak para sahabat nabi dan tabi’in yang melakukan hal serupa. Nabi Muhammad saw pernah menikah dengan wanita keturunan Yahudi dari suku Quraidlah dan Musthalik, dan seorang wanita dari Gubernur di Mesir bernama Maria Al- Qibtiyah.
Jadi, Ahli kitab yang boleh dikawini adalah suatu generasi ahli kitab yang telah memeluk agamanya sebelum Nabi Muhammad diutus. Hukum ini tidak berlaku selain untuk mereka itu. jadi, bab ini termasuk dalam takhsis Al’Amm (mengkhususkan yang umum). Dalam ayat diatas orang ahlu kitab memiliki hukum khusus dan hukum umum. Hukum khusus ini ada persamaanya dengan undang-undang yang diciptakan manusia ataupun dalam undang-undang hukum Islam.[7]


3. Nikah Beda Agama Menurut UU Perkawinan No.1 th 1974
Dalam negara Indonesia sebagai negara kesatuan yang berdasarkan Pancasila, dimana sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan dianggap mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama, sehingga perkawinan bukan saja mengandung unsur luhur tetapi juga terdapat unsur batin.
Dalam pasal 1 UU Perkawinan ditetapkan rumusan pengertian perkawinan. [8]Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Selanjutnya dalam pasal 2 (ayat 1) ditetapkan bahwa Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. Dari ketentuan pasal di atas dapat disimpulkan baha tidak ada perkawinan yang dilakukan di luar hukum agama dan kepercayaannya, sebab untuk menentukan sah atau tidaknya perkawinan berdasarkan pada hukum masing-masing agama dan kepercayaannya. Lantas bagaimana apabila kedua calon suami isteri menganut agama yang berbeda dan tetap mempertahankan agamanya masing-masing ?
Dengan tidak adanya ketentuan tentang perkawinan beda agama di dalam UU Perkawinan, maka sangat sulit untuk melakukan perkawinan beda agama di Indonesia karena tidak diatur dan lembaga-lembaga yang mengurusi administrasi perkawinan pun dibedakan, untuk perkawinan agama Islam lembaga yang bertugas melakukan pencatatan adalah Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk yang ada di KUA, sedang untuk perkawinan non Islam dicatat oleh Lembaga Catatan Sipil (LCS). Orang Islam yang ingin menikah tudak dapat dicatat oleh LCS begitu pun sebaliknya orang non Islam yang ingin menikah juga tidak dapat dicatat oleh Lembaga PNRT. Dan sesuai dengan Keputusan Presiden No. 12 tahun 1983 tentang penataan dan peningkatan pembinaan penyelenggaraan catatan sipil, telah meniadakan tugas penyelenggaraan perkawinan yang merupakan kewenangan Kantor Catatan Sipil.9  Jadi semakin menipiskan peluang untuk melakukan perkawinan beda agama, karena secara hukum tidak ada lembaga yang dapat mencatat perkawinan mereka.
Tetapi kita juga tidak dapat menghindari masalah tersebut karena negara kita sangat sangat majemuk dan terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama ,dan budaya. Pada perkawinan beda agama semua dapat teratasi apabila ada salah satu dari calon suami isteri yang mengalah untuk mengikuti agama suami atau isteri. Dengan cara begitu perkawinan akan melibatkan 1 agama saja, sehingga memudahkan untuk melangsungkan perkawinan. Atau dengan cara salah satu pihak menundukkan diri pada hukum agama suami atau isteri, tetapi cara ini banyak mendapat sorotan dari masyarakat karena dianggap hanya tunduk pada saat acara perkawinan saja, setelah itu mereka kembali ke agama masing-masing. Ini sama saja dengan melecehkan agama, karena hanya bersifat sementara.















BAB III
 KESIMPULAN
1.      Pengertian Perkawinan Muslim Dan Non Muslim
            Perkawinan beda agama adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentu keluarga (rumah tangga ) yang bahagia dan kekal, sedang keduanya berbeda agama dan keyakinan.
2.      Dampak Negatif Dan Positif Pernikahan Campuran
Bahwa antara orang Islam denag orang kafir selain kristen dan yahudi itu terdapat way of life dan filasafat hidup yang sangat berbeda.
Pada hakikatnya agama kristen dan yahudi itu satu rumpun dengan agama Isam sebab sama-sama agama wahyu .maka kalau seorang wanita kristen atau yahudi kawin denga pria muslim yang baik, yang taat pada ajaran-ajaran agamanya, dapat diharapkan atas kesadaran dan kemauan sendiri masuk Islam, karena ia dapat menyaksikan dan merasakan kebaikan dan kesempurnaan agama Islam setelah ia hidup di tengah-tengah keluarga Islam.
Dikhawatirkan wanita Islam itu kehilangan kebebasan beragama dan menjalankan ajaran-ajaran agamanya, kemudian tersesat pada agama suaminya.
3.      Pandangan Islam Tentang Perkawinan Campuran
a.       Pandangan yang tidak membolehkan
   Beberapa ulama sepakat pernikahan beda agama terlarang. Keterangan dalam Surat Al-Baqarah ayat 221 menjadi landasan utama para mujtahid perihal terlarangnya pernikahan beda agama.
b.      Pandangan yang membolehkan
        Sudah dijelaskan sebelumnya, persoalan nikah beda agama menjadi sebuah masalah khilafiyah (kontroversi) di kalangan umat Islam.
c.       Nikah Beda Agama Menurut UU Perkawinan No.1 th 1974
Dalam negara Indonesia sebagai negara kesatuan yang berdasarkan Pancasila, dimana sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan dianggap mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama, sehingga perkawinan bukan saja mengandung unsur luhur tetapi juga terdapat unsur batin.
DAFTAR PUSTAKA

Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung : PT Sinar Baru Algensindo, 1996.
Zuhdi, Masjfuk, masail fiqhiyah. Jakarta: PT TOKO GUNUNG AGUNG, 1997.
Dahlan, Abdul Aziz, et.al,  Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 4, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997, hlm. 1409.
Anshori, Abdul Ghofur, Perkwainan Islam perspektif Fikih dan hukum positif, yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2011.





.


















[1] Sulaiman Rasjid, “Fiqh Islam”, (Bandung : PT Sinar Baru Algensindo, 1996), 374.
[2] Masjfuk Zuhdi, masail fiqhiyah. (Jakarta: PT TOKO GUNUNG AGUNG, 1997), 5
[3] Ibid, 6
[4] Masjfuk Zuhdi, masail fiqhiyah. (Jakarta: PT TOKO GUNUNG AGUNG, 1997), 6-7.
[5] Ibid.8.
[6] Abdul Aziz Dahlan, et.al,  Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 4, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997, hlm. 1409

[7] Abdul Mutaal Muhammad Al-Jabry, Pernikahan campuran menutut pandangan Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1988), 44.
[8] Abdul Ghofur Anshori, Perkwainan Islam perspektif Fikih dan hukum positif, (yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2011), 217.
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Popular Posts

Blog Archive

PAI.H

PAI.H
Kita lebih dari sekedar teman, we are family